Bolehkah melangsungkan pernikahan ketika mempelai perempuan sedang haid?
2 mins read

Bolehkah melangsungkan pernikahan ketika mempelai perempuan sedang haid?

Nikah merupakan ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Dalam ajaran Islam, nikah merupakan salah satu diantara sekian banyak Sunnah para Rasul.

أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.

“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.

Dengan perkawinan Allah menghendaki agar mereka mengemudikan bahtera kehidupan. Sunnatullah yang berupa perkawinan tidak berlaku terhadap manusia saja, tetapi juga di dunia binatang. Allah SWT berfirman didalam surat Adz Dzyariyat: 49
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengigat akan kebersamaan Allah Swt.” (QS Adz Dzyariyat: 49)

Namun tentunya kesunahan menikah ketika seseorang merasa mampu, bagi saya mampu baik secara fisik, batin dan finansial. Dalam melangsungkan prosesi pernikahan tentunya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, baik dari sisi syarat dan rukun-rukunnya. Ketika syarat dan rukun sudah terpenuhi, maka prosesi akad nikah boleh dilaksanakan.

Dalam masyarakat desa, pemuda yang diketahui berlatar belakang pendidikan Pesantren tentunya kerap kali mendapat pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya fiqhiyah. Hal demikian tentu saja karena mereka yang alumni pondok oleh masyarakat dianggap bisa dalam bidang keagamaan. Ini adalah bagian dari tanggung jawab moral bagi mereka sebagai alumni Pondok Pesantren.

Kembali ke permasalahan nikah, pernah suatu ketika salah seorang alumni pesantren ditanya “apakah boleh melangsungkan pernikahan ketika mempelai perempuan sedang dalam keadaan haid?. Pertanyaan ini muncul tentu karena ada peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan tentunya ada semacam keraguan dalam diri masyarakat ketika hal demikian terjadi, apakah nikahnya sah atau tidak. Pertanyaan ini muncul juga karena pemahaman salah satu tokoh masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan yang dalam keadaan haid tidak boleh digauli (tentu ini benar adanya) dan begitu juga melangsungkan pernikahan, karena takutnya nanti malam. Pas malam pertama si mempelai laki-laki memaksa istrinya. Jangan dibayangkan!!!
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu kiranya menyebutkan kembali rukun nikah sekaligus larangan terhadap prempuan yang sedang haid, maka dengan demikian pertanyaan tersebut akan terjawab. Adapun rukun-rukunnya sebagaimana disebutkan oleh Sayid Abu Bakar Muhammad Syatho dalam kitab I’anatuthu al-Tholibin adalah adanya kedua mempelai, wali, dua saksi dan sighot ijab kabul. Dari rukun-rukun tersebut memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Adapun pantangan-pantangan terhadap prempuan yang sedang haid sebagaimana disebutkan dalam kitab induk yang sangat mungil dan imut Matan Safinatu Al-Najah adalah tidak boleh solat, tawaf, menyentuh mushaf serta membawanya, diam di masjid, membaca Al Qur’an, puasa, talaq, melewati masjid jika takut mengotorinya, dan istimta’ (bersenang-senang antara pusar dan lutut).
Dengan demikian melangsungkan pernikahan ketika mempelai perempuan sedang dalam keadaan haid itu sah.

#TugasUAS

#Jurnalistik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *