Kepemimpinan Spiritual Sebagai Model Kepemimpinan Islam di Pesantren
11 mins read

Kepemimpinan Spiritual Sebagai Model Kepemimpinan Islam di Pesantren

Oleh M. Habib Husnial Pardi

Artikel Louis W. Fry berjudul “Toward a theory of spiritual leadership” yang dipublikasikan pada Journal of The Leadership Quarterly pada tahun 2003 bisa disebut sebagai salah satu yang mengawali sejarah baru dalam kajian tentang kepemimpinan spiritual yang tidak ada dalam teori awal kepemimpinan modern. ide dasar studi tentang kepemimpinan spiritual adalah memahami secara holistic kekuatan (hidden power) yang dimanisfestasikan dalam kepemimpinan dan berperan dalam mengkonversi nilai-nilai ke tindakan, integritas kehidupan seseorang pemimpin, dan keterkaitan peristiwa-peristiwa supranatural dalam kehidupannya.

Secara global, para pemimpin dihadapkan oleh situasi lingkungan yang terus berubah, beragam nilai-nilai budaya dalam dimensi agama. Merangkul keragaman lintas budaya dapat memberikan manfaat besar, seperti layanan pelanggan yang lebih baik, pengambilan keputusan yang lebih baik, dan kreativitas dan inovasi yang lebih besar. Selain itu, bisa meminimalisir rasa kekhawatiran, kesulitan komunikasi, konflik interpersonal dan intraorganisasi karena para pemimpin dan karyawan mewujudkan perspektif dan pendekatan yang berbeda untuk bekerja. Agama adalah kekuatan yang meresap di banyak masyarakat dan cenderung mempengaruhi berbagai nilai, sikap, dan perilaku, baik sebagai dimensi karakteristik pribadi pembuat keputusan dan sebagai konteks lingkungan pengambilan keputusan. Dalam realitas lingkungan Islam, maka ada benarnya tentang seruan menerapkan model kepemimpinan Islam yang berdasarkan pada sumber-sumber utama Islam yaitu al Qur’an dan Sunnah.

Model kepemimpinan Islam secara eksplisit akan memasukkan refleksi sadar dan kontemplasi tentang Tuhan, iman sebagai dasar motivasi untuk melakukan perbuatan benar, kepemimpinan sebagai tanggung jawab etis dan moral yang didasarkan pada nilai-nilai spiritual (misalnya, kerendahan hati, kepercayaan, kesabaran, kasih sayang, dan pengampunan). Itu juga harus fokus pada transendensi ego dan menerima imbalan spiritual atau surgawi sebagai dasar visi untuk mencintai dan melayani orang lain, terutama yang lemah dan tidak mampu. Kepemimpinan spiritual memberikan landasan bagi model kepemimpinan Islami yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Untuk tujuan seperti itu, “spiritualitas” berkaitan dengan kualitas roh manusia dan realitas tak berwujud di inti kepribadian, prinsip hidup yang menjiwai atau nafas kehidupan yang mengingatkan kita untuk mencari dimensi terdalam dari pengalaman manusia. Ini adalah inti dari pencarian transendensi-diri dan perasaan yang menyertai keterkaitan dengan semua hal di alam semesta. Spiritualitas paling sering dipandang sebagai pribadi yang inheren, meskipun dapat berada atau bermanifestasi dalam kelompok dan organisasi.

Dalam konteks lembaga pendidikan Islam Pesantren, kepemimpinan Tuan Guru memeliki posisi strategis sebagai faktor variable eksis dan survive pesantren itu sendiri. karena itu, ada statemen yang mengatakan bahwa Pesantren yang mengalami kemunduruan setelah ditinggal oleh pendirinya. Sebuah Pesantren memiliki bangunan nilai-nilai budaya yang dikembangkan tergantung dari figur Tuan Guru dan ideology organisasi afiliasinya. Tuan Guru yang tampil dengan penuh kesederhanaan, dengan memakai sandal, sarung dan memegang tasbih, sesungguhnya mengandung nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan di pesantren melalui budaya yang tinggi (Mas’ud, 1997).

Bagi umat Islam, Al-Qur’an merupakan hudan dan sumber pengetahuan termasuk tentang prinsip praktik kepemimpinan Islam. Sedangkan hadist berisi deskripsi detail tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW dan merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Sementara itu, aqidah Islam didasarkan pada konsepmetafisik kesatuan ilahi, atau tauhid. Konsep tauhid berarti hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah adalah satu-satunya TuhanPencipta, dan bahwa Allah adalah sempurna secara moral. Tauhid juga merupakan dasar ontologi Islam dan epistemologiyang mendasari pandangan dunia Islam. Karena itu, bsagi para pemimpin Islam, pencarian materi dan spiritual tidakdapat dipisahkan, dan setiap tindakan adalah tindakan keagamaan. Islam mendorong para pemimpin untukmengekspresikan   iman mereka melalui partisipasi aktif dalam semua aspek kehidupan, termasuk pekerjaan.

Dalam tradisi Islam, kepemimpinan itu diwariskan melalui perjalanan kenabian Muhammad SAW yang kaya akan nilai-nilai kesederhanaan, kedermawanan, dan perlindungan terhadap yang lemah termasuk menekankan prinsip-prinsipkesetaraan dan keadilan. Nabi Muhammad adalah pemimpin Islam pertama yang diakui dan berdiri sebagai teladankepemimpinan terbaik dalam Islam. Dia tidak hanya memasukkan kualitas “akhlak yang sempurna” seperti yangdisebutkan dalam Al Qur’an tetapi juga mewujudkan nilai-nilai etika Islam dalam praktik urusan duniawi. KepemimpinanIslam menggambarkan sebuah hubungan segitiga antara Tuhan, para pemimpin, dan para pengikut (Egel, 2014).Tuhan memberikan visi para pemimpin dan membatasi pelaksanaan kekuasaan mereka. Para pengikut, seperti parapemimpin, bertanggung jawab kepada Tuhan atas perbuatan mereka dan berbagi tanggung jawab dengan pemimpin.Kualitas kepemimpinan mendasar dalam hubungan ini adalah pelayanan, dan konsultasi timbal balik.

Istilah kepemimpinan Islam bisa dimaknakan dengan kepemimpinan Islam yang diterapkan di lembaga pendidikan Islam seperti Pesantren. Istilah kepemimpinan Islam bisa ditemukan dalam disiplin ilmu manajemen pendidikan Islam atau manajemen pendidikan dari perspektif Islam. Kazmi (2005, p. 264) mendefinisikannya sebagai disiplin yangberhubungan dengan manajemen organisasi, dari perspektif pengetahuan yang diperoleh dari wahyu dan sumberpengetahuan Islam lainnya, dan   menghasilkan aplikasi yang sesuai dengan keyakinan dan praktik Islam.Kepemimpinan Islam, atau kepemimpinan dari perspektif Islam mengambil pendekatan serupa. Toor (2008, p. 26)menggambarkan kepemimpinan perspektif Islam sebagai proses sosial di mana pemimpin berusaha untuk mencapaitujuan organisasi tertentu dengan menggalang dukungan dari pemangku kepentingan yang relevan terutama para pengikut sambil sepenuhnya mematuhi ajaran dan prinsip-prinsip Islam. Modelnya menggabungkan beberapa variabel,termasuk, pemimpin dan pengikut Muslim, variabel spiritual, variabel mediasi, dan hasil kepemimpinan.

Perbedaan utama antara kepemimpinan Islam dan model kepemimpinan Barat adalah hubungan erat antara kepemimpinan dengan agama. Kepemimpinan Islam tidak dapat dipahami secara terpisah dari agama Islam dan harusdidasarkan pada Al- Qur’an dan sunnah atau  sabda Nabi Muhammad SAW (Faris, 2011). Kepemimpinan Islam harusmemperhatikan urusan internal dan eksternal, meningkatkan pemahaman lintas budaya, dan memberdayakan umatIslam. Pengikut harus mematuhi pemimpin mereka selama tidak ada ketidaktaatan kepada Allah dan Nabi. Di sisi lain, persyaratan serupa ditempatkan pada pemimpin untuk menjadi etis dan dapat dipercaya (Ali, 2011). Model kepemimpinan yang dinilai berbasis skuler memiliki unsur-unsur kepemimpinan Islam yaitu kepemimpinan transformasional danservant. Menurut Elkaleh dan Samier (Elkaleh, 2013) dan Bekun (Beekun, 2012) mengidentifikasi kepemimpinanpelayan dan transformasional sebagai dua model kepemimpinan berbasis Barat yang sesuai dengan nilai-nilai intikepemimpinan Islam dan kepemimpinan keteladanan Nabi Muhammad. Model kepemimpinan Islam lainnyamempertimbangkan variabel mediasi seperti konteks organisasi yang positif (Toor, 2008), nilai yang diinternalisasi dan terkait tugas (Ezani, 2011), dan pemerintahan dan institusi (Metcalfe, 2011).

Sebuah model umum kepemimpinan spiritual adalah (1) menciptakan visi dimana para pemimpin dan pengikut mengalami rasa terpanggil, sehingga hidup mereka memiliki tujuan dan makna, dan membuat perbedaan; dan (2) membangun budaya organisasi berdasarkan nilai-nilai cinta altruistik, dimana pemimpin dan pengikut memiliki rasa keanggotaan dan memiliki, dan merasa dipahami dan dihargai. Sumber kepemimpinan spiritual adalah kehidupan batin atau latihan spiritual untuk memungkinkan seseorang melangkah melampaui kepentingan diri sendiri untuk terhubung dengan dan melayani sesuatu yang lebih besar yang mempromosikan kebaikan bersama. Hubungan dengan sesuatu yang lebih besar ini dapat mencakup menjadi anggota organisasi yang melayani orang lain. Atau, tergantung pada keyakinan seseorang, hubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri dapat mencakup kekuatan Nondual tertinggi, sakral, dan ilahi, Kekuatan Lebih Tinggi, Wujud, atau Tuhan yang memberi orang tujuan dan makna, nilai spiritual altruistik, aturan untuk hidup, dan sumber kekuatan dan kenyamanan selama pengalaman kesulitan.

Dalam perspektif emperis dan teoritis di mana spiritual terjadi pada tempat religious, maka Lembaga Pendidikan Islam Pesantren telah menerapkan model kepemimpinan spiritual yang syarat-syarat dengan nilai-nilai pendidikan Islam (Pendidikan karakter) seperti religious, nasionalis, kemandirian, gotong royong dan integritas yang tercermin dalam budaya Pesantren itu sendiri. Menurut Tobroni (2005), menyatakan bahwa para pemimpin yang didasari oleh pengabdian kepada Alloh SWT telah melahirkan kepemimpinan yang kuat dalam mengembangkan budaya organisasi pendidikan Islam. Kekuatan pemimpin terletak pada komitmennya terhadap nilai-nilai etis religius yang derivasi dari perilaku etis Tuhan terhadap hamba-Nya. Pemimpin yang demikian terbukti dapat mengembangkan kepemimpinan yang kuat (strong leadership), kepemimpinan etis yang mengedepankan dengan keteladanan  (uswah hasanah) dan pada akhimya mampu membangun budaya organisasi yang efektif.

Praktik kepemimpinan spiritual di pesantren bisa diamati melalui perilaku kepemimpinan spiritual didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan mencontoh kepemimpinan Tuhan. Kepemimpinan spiritual mengembangkan tiga pilar penyangga keefektifan kepemimpinannya: mengembangkan kekuatan individu positif (kualitas batin prima), kekuatan penggerak dan perekat organisasi positif (Iman, islam, ihsan dan taqwa), dan kekuatan nilai-nilai budaya positif (teladan dalam hal akhlak, kerja keras, semangat jihad dan jiwa altruistik, semangat ingin memberi dan melayani). Sementara itu, Hochri (2019) menyatakan bahwa ciri-ciri kepemimpinan spiritual yaitu (1) pemimpin spiritual agamawi intelektual, individu dan kolektif, dan mempunyai kehidupan spiritual (inner life) mereka. Amalan spiritual peribadi dijadikan budaya organisasi dan wadah spiritual untuk pekerja. Nilai spiritual yang membudaya seperti ikhlas, taqwa, kejujuran, ukhuwwah, hormat menghormati. Pemimpin menyebarkan nilai-nilai spiritual melalui cinta atruistis yang terangkum di dalamnya care concern and appreciation to self and others, visi (vision) yang  jelas yang dapat mengumpul semangat untuk bersama menuju ke destinasi, misi yang padat dengan nilai spiritual dan tiupan harapan dan keyakinan (hope and faith). Efek dari kepemimpinan spiritual adalah komitmen kerja, pemilikan bersama dalam bekerja untuk mewujudkan visi misi, komitmen kepada pelanggan, melahirkan pemimpin, kepuasan pelanggan dan peluang pengembangan.

 Dimensi kepemimpinan spiritual yang digagas oleh Fry (2003) terdiri dari visi, harapan/iman, visi, dan cintaaltruistik membentuk komponen fundamental dari kepemimpinan spiritual. Al-Qur’an berbicara tentang visi dalam halperjalanan sepanjang jalan kehidupan (sirat). Gagasan yang membentuk dan mendasari perjalanan adalah tauhid. Sebagaitujuan pemimpin adalah untuk menyembah Tuhan (ibadah), tauhid merumuskan kriteria di mana semua tindakan,keyakinan, dan pikiran harus terus-menerus dinilai untuk memastikan kepatuhan. Dalam kerangka ini, visi pemimpinmembangkitkan aktualisasi keunggulan (ihsan) dan sukses (falah) dalam kehidupan ini dan akhirat. Dalam konteksperjalanan spiritual, falah dan ihsan adalah sinonim, karena kesuksesan adalah pencapaian karakter yang sempurna. Tauhid menciptakan motivasi intrinsik dan mengubah keyakinan (iman) untuk kepastian (yaquin), dan dengan demikianmengetahui menjadi ada, keyakinan buta menjadi gnosis, dan hati melihat lebih jernih daripada mata. Dalam Islam,harapan dan keyakinan merupakan dasar dari semua motivasi manusia. Pentingnya mereka terbukti, karena Al-Qur’an menyebutkan mereka lebih dari 700 kali. Mereka mencakup keyakinan dan tindakan bersama dan dimanifestasikandalam bentuk amal saleh. Semakin tinggi derajat keimanan, semakin tinggi pula kepastian bahwa keinginan atau rencanaakan terwujud atau bahwa tindakan tertentu adalah benar dan akan mendapat pahala. Iman yang benar juga berartimemiliki harapan dan ketergantungan kepada Tuhan. Landasan harapan sama dengan iman: perbuatan baik. Semakintinggi tingkat harapan/keyakinan, semakin besar kemampuan pemimpin Islam untuk bertahan dari krisis dan bertahantanpa mengeluh untuk mencapai tujuan organisasi. Pada saat yang sama, harapan/keyakinan akan mencegah pemimpinIslam dari panik dan mengambil risiko yang tidak perlu atau membuat kompromi. Dalam Islam,katarahmahmenyampaikan arti cinta altruistik. Secara etimologis, itu berasal dari kata Arab rahm, yang berarti “rahim”dan menyiratkan “ikatan keluarga.” Bisa diartikan sebagai kasih yang memelihara, mirip dengan kasih sayang orang tuakepada anak. Dalam Al-Qur’an,  rahmah muncul lebih dari 500 kali dan mengacu pada cinta kasih yang ditunjukkanTuhan kepada umat manusia, dan kepada semua makhluk, dan cinta kasih manusia kepada manusia. Kualitas cintaaltruistik juga hadir dalam Al-Qur’an, dalam 99 atribut Tuhan. Semakin spiritual seorang pemimpin Islam, semakin diamewujudkan kualitas-kualitas ini.