KEBAHAGIAAN MENURUT KI AGENG SURYOMENTARAM.
Sebelum kita membahas tentang apa itu kebahagiaan menurut ki ageng suryomentaram, kita akan berkenalan sedikit sekilas biografi ki ageng suryomentaram. Ki ageng suryomentarama Ia lahir pada Jumat Kliwon, 20 Mei 1892 dari keluarga besar Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia keturunan ke-55 dari total 78 anak Kanjeng Sultan Hamengku Buwana VII. Atau tepatnya anak kedua dari enam bersaudara yang lahir dari rahim garwa ampeyan (istri goolongan kedua) bernama Bendara Raden Ayu Retnomandoyo. Ki Ageng Suryomentaram memiliki nama kecil Kudiarmadji yang kemudian bergelar Bendara Raden Mas. Karena hidup dalam lingkungan berkecukupan, asupan pengetahuan Ki Ageng Suryomentaram juga terjamin.
Walaupun Ia lahir dan hidup dalam lingkungan keraton, semua fasilitas ia dapatkan. Namun semua itu tidak membuat Ki Ageng Suryomentaram merasa bahagia. Ia justru meninggalkan keraton dan gelar kepangeranannya juga ia lepaskan. Ia memilih menjadi rakyat biasa dan sempat berjualan setagen (ikat pinggang). Selepas meninggalkan keraton, ia sering keluyuran dan bertirakat untuk mencari tahu penyebab ia tidak pernah merasa bahagia. Bahkan ia menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan untuk bisa menemukan apa yang sebenarnya yang membuat manusia itu bahagia. Pemahaman ki ageng suryomentaram tentang manusia seluruhnya bertitik tolak dari pengamatan dirinya sendiri. Ia menggunakan pendekatan empiris karena didasarkan pada percobaan-percobaan yang dilakukan pada dirinya sendiri, dengan cara merasakan, menggagas, dan menginginkan sesuatu.
Kebahagiaan itu tidak didasarkan pada sebuah materi akan tetapi kebahagiaan bisa didapatkan ketika seseorang sudah bisa mengetahui dirinya dan mengontrol sebuah karep (keinginan) dalam dirinya. Pada dasarnya, sifat karep (keinginan) itu akan selalu mulur dan mungkeret. Apabila manusia telah mengerti akan sebuah karep (keinginan), maka ia akan terbebas dari getun (sesal) dan sumelang (khawatir). Untuk menuju sebuah kebahagiaan tersebut, Ki Ageng Suryomentaram menjadikan dirinya sebagai kelinci percobaan. Ia dapatkan melalui metode bayani (teks), irfani (ilham) dan burhani atau pengalaman-pengalaman hidupnya dan hasil bertirakat di berbagai tempat.
Epistemologi Ki Ageng Suryomentaram ini masih sangat relevan dengan kehidupan saat ini dimana orang sekarang lebih cenderung pada sikap hidup yang hedonis yang selalu mengikuti sebuah karep (keinginan) tanpa tahu bahwa keinginan itu memang benar-benar dibutuhkan atau hanya sekedar sebuah nafsu. Dalam pokok ilmu tentang bahagia menurut ki ageng suryomentaram, bahagia itu saat manusia memiliki rasa tentram dan tabah sedangkan untuk mendapatkan rasa tentram dan tabah harus melalui beberapa step. Di dalam konsep kebahagiaan beliau adalah hakekatnya adalah gerak, sebagai suatu yang plular, tidak tetap dan serba menjadi, untuk menggambarkan gerak tersebut ki ageng suryomentaram menggunakan istilah hokum mulur –mungkret, jadi rasa senang itu tidak bersifat tetap, begitu juga dengan rasa susah, senang akan mulur sampai akhirnya mendapatkan kesusahan, sebaliknya susah akan mungkret sampai akhirnya mendapatkan kesenangan. Hal tersebut menjadi dasar untuk mendapatkan ketentraman dan ketabahan.
Untuk bahagia menurut ki ageng suryomentaram cukup memperhatikan enam “SA”, sabutuhe, saperlune, sacukupe, sabenere, samestine, sakpenak’e. jadi kita bisa kalkulasikan untuk (sabutuhe ) hidupmu sebenarnya kebutuhanmu itu berapa, (saperlune ) apa yang kamu anggap penting dalam hidupmu, (sacukupe) secukupnya saja jangan berlebihan dan jangan kekurangan, (sabenere) apa-apa yang benar dan relepan dengan hidupmu, (samestine) yang semestinya bisa membuatmu bahagia,( sakpenak’e) dan sesuai dengan kenyamananmu. Namun banyak dari kita yang tidak mengetahui takaran/yang seharusnya bagi diri sendiri sehingga mereka keluar dari kebahagiaan dirinya sendiri.