4 mins read

KEPEMIMPINAN PREMPUAN

KEPEMIMPINAN PREMPUAN

Lelaki ada pemimpin bagi perempuan, yakni suami adalah pemimpin bagi istri/keluarganya. Al’quran cara jelas dan tegas menyatakan bahwa lelaki (suami) adalah qawwamun terhadap perempuan (istrinya) seseorang yang melaksanakan tugas atau apa yang diharapkan dirinya dinamai qa’im. Kalau ia melaksanakan tugas itu sesempurna mungkin. Berkesinambungan, dan berulang-ulang, dia dinamai qawwam sering kali kata ini diterjemahkan. Dengan pemimpin. Akan tetapi seperti terbaca dari maknanya diatas agaknya diterjemahkan itu belum digambarkan seluruh makna yang dikehendaki, walau harus diakui bahwa kepemimpinan adalah satu aspek yang dikandungnya, dengan kata lain. Dalam pengertian “kepemimpinan” tercangkup pemenuhan kebutuhan, perhatian, pembelaan, pemeliharaan, dan pembinaan, karna itu, perlu digaris bawah qawwamah/kepemimpinan Yang dianugrahkan Allah kepada suami tidak boleh menjadikannya sewenang-wenang, bukankah musyawarah dianjurkan oleh Alquran dalam menyelesaikan setiap persoalan, termasuk persoalan yang dihadapi oleh keluarga, Perlu diingat bahwa ketika al-Qur’an menetapkan tugas kepemimpinan itu hal tersebut dinyatakan sebagai sebab dari dua hal pokok, yang pertama adanya keistimewaan yang berbeda pada masing-masing dua jenis kelamin. Tetapi dalam konteks qawwamah keistimewaan yang dimiliki laki-laki lebih sesuai dalam menjalankan tugas tersebut dibandingkan perempuan alasan kedua yang dikemukakan al-Qur’an adalah mereka, yakni lelaki/suami telah mebafkahkan sebagian harta mereka, ini berarti jika keduanya, yakni kemampuan qawwamah dan kemampuan memberi nafkah, tidak dimiliki oleh seorang suami. Atau kemampuan istri melebihi kemampuan suami dalam hal keistimewaan misalnya karna suami sakit bisa saja kemampuan rumah tangga beralih kepada istri, tetapi ini dengan syarat kedua faktor yang disebut diatas tidak memiliki suami, jika suami tidak mampu memberi nafkah, tetapi tidak mengalami gangguan dan segi keistimewaan yang dibutuhkan dalam kepemimpinan, istri belum boleh mengambil alih kepemimpinan.itu, memang, istri dapat menggugat cerai dan gugatannya dapat dibenarkan, Sepintas terlihat kepemimpinan ini merupakan tugas istimewa dan derajat/tinggi yang lebih tinggi” daripada tingkat perempuan, bahkan ada ayat yang menegaskan “derajat” tersebut, yaitu pirma-nya para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban menurut cara yang makruf, tetapi para suami mempunyai satu derajat (tingkatan) atas mereka (para istri) (QS, al-baqarah [2]:228) Derajat itu adalah kelapangan dada suami terdapat pada istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istrinya karena itu, tulis guru besar para fakar tafsir yaitu imam ath-tharbari,walaupun ayat ini disusun dalam redaksi berita, maksudnya adalah perintah kepada para suami untuk memperlakukan istrinya secara terpuji agar suami dapat memperoleh derajat itu, Imam Ghazali menulis, ketahuilah yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri bukanlah tidak mengganggunya, melainkan bersabar dalam gangguan /kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf saat ia menumpahkah emosi dan kemarahan”. Kebersihan perkawinan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak saling memperhatikan kedua haknya tentu saja hal tersebut banyak antara lain adalah suami bagaikan pemerintah /pengembalian dalam kedudukannya seperti itu ia berkewajiban memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya, (istrinya) istripun berkewajiban untuk mendengarkan dan mengikutinya  namun, disisi lain, istri mempunyai hak terhadap suaminya untuk mencari yang terbaik ketika ketika melakukan diskusi, demikian lebih kurang  yang ditulis imam fharuddin  ar-razi  Diskusi dan musyawarah yang diperintahkan al-Qur’an termasuk kepada suami istri membuka peluang yang sangat lebar bagi perempuan yang menegakkan kepemimpinannya karna kepemimpinan antara lain diartikan sebagai kemampuan memengaruhi hak lain agar  agar ia mengarah secara sadar dan sukarela ketujuan yang ingin dicapai setidaknya, tidak jarang kita mendengarkan suatu kalimat atau pesan dari siapapun atau sikap dan perbuatan dilakukan peran orang lain lalu kita ingat berkesan dihati kita, maka hakikatnya,  ketika itu sadar, atau tidak, ketika menerima pengaruh dari orang tersebut dan pada saat yang sama, dia telah berperan sebagai pemimpin memang, bisa jadi ada pertemuan guna mewujudkan kepemimpinannya karna itu bisa jadi ada pertemuan yang hanya sesaat tetapi melahirkan kesan sepanjang masa, bahkan memengaruhi kita seumur hidup hal ini dapat dilakukan oleh siapapun, termasuk perempuan guna mewujudkan kepemimpinannya, karana itu bisa saja seorang Secara resmi bukan “kepala” (M. Quraish shihab kepemimpinan perempuan hal. 366) Nama: ratna sri dewi Jurusan: manajemen pendidikan islam Mata kuliah: jurnalistik Dosen pengampu: yusril hamzani. M.P.d #UAS-STAIDK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *