3 mins read

Warisan Dalam Islam Perspektif Amina Wadud

 

Warisan Dalam Islam Perspektif Amina Wadud
Allah menciptakan Dunia beserta isinya yang tak lain juga adalah manusia tidak untuk hidup selamanya di Dunia, melainkan hanya sementara semua tidak ada yang kekal kecuali Allah SWT, kita datang dari Allah dan kembali pula kepada Allah. Ketika manuisa meninggal maka ada sesuatu yang ditinggalkannya, baik itu berupa harta, keluarga dan masalah yang lainya. dalam masalah harta ada yang namanya warisan yang menjadi peninggalan sang mayit. Warisan yang merupakan salah satu masalah dalam Islam dan disebutkan dalam al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam segala sendi kehidupan berfungsi untuk mengatur berbagai macam persoalan-persoalan yang terdapat di Dalamnya, mulai dari permasalahan ibadah, kisah-kisah para nabi dan Rasul, janji-janji Allah dan masalah yang lainnya baik itu yang berhubungan dengan Allah ataupun yang berhubungan dengan sesama manusia, salah satunya adalah tentang harta warisan.
Warisan merupakan salah satu problem yang terdapat di dalam al-qur’an yang sering tumpang tindih dalam pengaplikasiannya di dalam kehidupan, hal itu terjadi karena perbedaan bagian yang didapatkan antara laki-laki dan perempuan tidaklah sama. Dalam kehidupan yang terjadi di masa sekarang ini perempuan sering menuntut untuk disamaratakan bagian atau hak warisnya dengan laki-laki. Dalam persoalan seperti ini mereka cenderung menginginkan kesetaraan gender agar bisa mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Ketika hukum pembagian warisan 2:1, yaitu laki-laki mendapatkan dua dan perempuan mendapatkan bagian satu maka menurut pandangan amina Wadud itu menjadi sebuah problem.
Dalam QS An-Nisa ayat 11 ini, ketika sebagian ulama tafsir menafsirkan surah ini, penafsirannya tentu sejalan dengan makna yang terkandung didalam nas al-Qura’an, baik makna zahir maupun makna batin, mereka membenarkan bahwa pembagian harta warisan 2:1 antara laki-laki dan perempuan mmerupakan sesuatu yang adil, hal itu dasarkan pada besarnya tanggung jawab yang dimiliki oleh anak laki-laki. Namun lain halnya dengan pandangan amina wadud yang menurutya warisan itu hanya bersifat fllexibelitas yang terpenting memenuhi dalam asas keadilan dan manfaat. Dengan demikian konteks tersebut bisa berubah sesuai realitas zaman.

Karena menurutnya, ketika harta warisan itu dibagikan ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah pembagian harta warisan kepada saudara lak-laki dan perempuan yang masih hidup. Selanjutnya adalah harta yang dapat dibagi, dan yang terakhir adalah memperhatikan kondisi orang yang ditiggalkan, manfaatnya bagi al-marhum serta manfaat harta yang ditnggalkan. Sebagai contoh ” jika didalam sebuah keluarga yang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, dan seorang ibu yang janda, dan ibunya tinggal dan dirawat oleh anak perempuannya, maka secara otomatis harta yang diperoleh oleh anak perempuan itu banyak daripada anak lak-laki tersebut, karena kebutuhan dan tanggunga jawab yang dimilikinya lebih besar daripada saudara laki-lakinya. Dalam hal ini maka ada unsur keadilan dan asas manfaat bagi ahli waris, karena perempuan yang lebih membutuhkan maka ia lah yang berhak mendapatkan harta warisan lebih banyak. Karena menurut pandangan amina wadud harta warisan harus berdasarkan asas keadilan dan juga manfaat. Dengan perbedaan pandangan yang kontra dengan para mufassir, maka dari sinilah letak tertariknya penulis untuk mengangkat judul ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *