Budaya Khitanan di Desa Kembang Kerang
Dalam islam khitanan sudah dikenal sejak zaman Nabi Adam As. Namun pada keturunun adam syariat sudah banyak dilupakan, lalu pada masa Nabi Ibrahim As. Proses khitanan kembali diberlakukan dan menjadi sebuah fitrah bagi manusia. Khitan adalah Sebuah perintah yang di khususkan untuk kaum adam, seiring perkembangan kemajuan zaman, khitan mengalami sebuah inovasi bagi umat islam khususnya masyarakat kembang kerang daya, dengan ditambahkannya beberapa tradisi yang unik.
Dari sewaktu-waktu sebuah rasa syukur memiliki esensi yang tetap sama, namun ketika ia bersinggungan dengan tradisi dan budaya serta tempat yang berbeda, maka syukur akan diaplikasikan dengan cara beragam penuh warna. Dijawa misalnya, banyak masyarakat yang menjalankan praktik syukur dengan sedekah, seperti sedekah laut,sedekah bumi sebagai bentuk rasa syukur terhadap tertolaknya dari bala penyakit dan lainnya. Begitu pula dengan desa kembang kerang daya, Lombok.
Syukur sebuah ucapan, perbuatan, dan sikap terimakasih atau al-hamdu yang berarti pujian . Sedangkan menurut istilah syara’ syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah yang yang disertai dengan ketundukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai kehendak Allah. (Syafi’I, 2009). Rasa syukur adalah perasaan kagum, rasa terimakasih, dan penghargaan terhadap kehidupan. Mengungkapkan rasa syukur tidaklah hanya kepada sang pemberi saja, Allah SWT, melainkan juga kepada sesama manusia yang menjadi sebuah perantara kehadiran nikmat-Nya..
Tentunya dalam pengamalan hadist terkait dengan jelasnya hal ini menggambarkan sebuah perilaku sosial yang baik terhadap perilaku orang yang bersukur. Rasa syukur bagian dari suasana hati seseorang. Suasana hati yang baik akan mendorong masing-masing individu untuk lebih peka dan mebagikan kebahagiaan kepada lingkungannya.
Oleh karena itu rasa syukur kebahagiaan telah dikhitannya seorang anak laki-laki di Lombok khususnya masyarakat desa Kembang Kerang Daya diaplikasikan dengan mengikuti tradisi yang ada. Yaitu sedekah diacara khitanan berlangsung dengan menggunakan sebuah wadah Bokor yang terbuat dari kuningan mas, berisi uang-uang logam dengan jumlah Rp. 200.000-500.000an serta beras kuning yang sudah diwarnai pewarna kuning alami dari kunyit. Lalu uang tersebut dilemparkan kepada khalayak ramai yang datang berkunjung menyaksikan peroses khitanan dan para masyarakat tersebut yang berkunjung akan merebutkan uang yang jatuh tersebut untuk didapatkan, biasanya disebut dengan Merebut Kepeng.
Prosesi khitanan di desa kembang kerang bukan hanya terfokus pada khitanan saja, namun dalam garis besar masyarakat menyebutnya begawe belek. Begawe belek sendiri merupakan tradisi masyarakat suku sasak yang terus dilestarikan turun temurun sampai dengan saat ini baik dari kalangan menengah kebawah sampai kalangan menengah keatas. Dalam bahasa sasak halus, begawe disebut dengan istilah bekarye yang artinya berkarya dalam bahasa Indonesia. Merebut kepeng bagian dari beagwe belek. yaitu sebuah acara makan-makan besar dan silaturrahmi antar sesama saudara, kerabat dan sahabat yang menyajikan berbagai jenis makanan tradisional. Misalnya rengi, jaja komak, pangan, gegodoh, jaja tujak, cerorotdll
Merebut kepeng merupakan tradisi yang sangat kalsik, turun temurun tidak ada perubahan padanya, walaupun zaman terus berombak ke modernitas.Dulunya mayarakat Kembang Kerang Daya setiap khitanan anak-anak selalu diadakannya begawe belek,menghabiskan harta yang cukup banyak, membuat berbagai ragam jajan dan kue khas tradisional setempat yang banyak dan tentunya memotong sapi 1 sampai 2 ekor untuk acara makan bersama.
Namun dengan seiring berkembangnya islam dan masuknya para tokoh agama untuk berdakwah kepada masyarakat Kembang Kerang Daya,perlahan-lahan mereka membawa suatu perubahan terhadap prosesi khitanan, yaitu dengan sewajarnya saja,tanpa berlebihan, tanpa melibatkan hutang-piutang yang banya, sekedar ala cukup untuk menjamu keluarga yang dating saja. Namun Eksistensi merebut kepeng tetap berjalan.
Kenapa? Karena tidak terlalu memberatkan masyarakat dan sisi lain memang merebut kepeng ini sebagai suau bukti rasa syukur, implementasi terhadap rasa syukur kepada Allah Azza Wa Jalla atas segala karunia nikmat yang dilimpahkan kepada kita khusunya, serta dapat menajalankan prosesi perintah khitananm sehingga untuk mewujudkan rasa syukur tersebut dilakukanlah sedekah (syukur dengan perbuatan) sebagai mana yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali dan hal ini tentunya pengamalan dari hadist-hadist syukur diatas .
Oleh karena itu kebahagiaan bagian dari rasa syukur masyarakat Kembang Kerang Daya dalam prosesinya menjalankan perintah khitanan mengkolaborasikan dengan ibadah-ibadah yang lain, yaitu sedekah yang di inovasikan menjadi tradisi merebut kepeng dan juga ibadah silaturrahmi, gontong royong, dan lain-lain (begawai belek).Sehingga proses khitanan ini mewujudkan rasa syukur dan mengkolaborasikannya dengan sedekah.
Hal-hal tersebut juga menjadi sebuah indikator dimana selain menjalankan perintah namun juga salah satu bentuk implementasi terhadap rasa syukur kepada Allah Azza Wa Jalla atas segala karunia nikmat yang dilimpahkan kepada kita sebagai seorang hamba khususnya. Syukur dalam kehidupan sehari-hari bias kita simpulkan sebagai sebuah sarana untuk kita selalu berterima kasih kepada Allah Azza Wa Jalla dalam bentuk ucapan lisan, penguatan hati, dan menggerakkan anggota badan kita untuk selalu senantiasa berbuat Amal Ma’ruf Nahi Mungkar.
Nama: M. Sakur Jailani
Prodi: Manajemen Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Fiziyan Yahya M.Pd
#UAS-STAIDK