
Sebuah Surat: Selamat Hari Ibu
Dari: Anakmu yang selalu anak-anak bagimu
Assalamu’alaikum Ibu
Bagaimana kabarmu Ibu? Maaf aku terlalu sibuk dengan kabarku sendiri hingga lupa menanyakan kabarmu. Aku tahu kau akan kecewa menerima secarcik surat ini, meski demikian aku berdoa kepada Tuhan engkau akan tetap tersenyum sebagaimana waktu kau tahu kau tengah mengandung nafasku, ku harap kau akan tetap riang sama seperti kau menyapihkanku setetes demi setetes air susumu, ku harap kau tetap bersuka sama seperti mengejarku untuk sarapan pagi, ku harap kau dapat bersabar sama ketika aku merengek mengganggu tidur nyenyakmu, ku akan dan selalu akan berharap kau tetap bahagia waktu akan kembali nanti.
Ibu, aku tahu kau kau selalu sanggup menyembunyikan gerammu atas kenakalanku, kau selalu bisa menahan diri untuk menjewerku saat aku terlambat pulang, ku tahu kau akan tetap menyimpan tangis lelahmu untuk memberikanku tangis harumu, aku tahu kau tak pernah membiarkanku melihat keringat capekmu agar kau dapat memberiku keringat semangatmu, kau selalu menyembunyikan lukamu, kau tahu hutangmu di sana sini untuk membelikanku baju baru dan makan daging di setiap lebaran tiba, ku tahu hatimu berdarah-darah waktu merantau melambaikan tangan padaku, rindumu menggumpal menindih perasaanmu, dan aku tidak pernah mengerti penderitaanmu Ibu.
Maaf hari ini aku tidak berkenan untuk menemuimu dan membisikmu “Aku rindu ibu, aku sayang ibu, kau adalah wanita terhebatku ibu”. Ku berharap kertas ini dapat melantunkan kerinduanku padamu. Lihatlah lukisan tinta cintaku padamu Ibu. Hari ini tepat 21 tahun empat bulan yang lalu kau benar-benar menjadi Ibu, hari-harimu menjadi Ibu menjadi hari-hari yang kadang kau pun tak ingin hidup. Tiap harimu adalah hari Ibu bagiku. Maaf aku tidak pernah bisa merayakan hari ibu milikmu. Aku hanya tidak tahu harus bagaimana, kau tidak hanya sebagai Ibu bagi anak-anakmu. Kau adalah petani bagi sawah-sawahmu yang tiap hari memupuk dan melindungi dari serangan hama nakal, kau adalah ojek yang mengantar siapa saja tak pandang bulu, kau adalah guru bagi sekolah yang terkadang kosong, kau adalah buruh yang menggeruk nafkah di bawah mesin-mesin padi yang kejam, kau adalah pedagang yang menjual punggungmu kepada matahari agar aku dapat menikmati segelas es campur favoritku, terkadang kau menjadi ayah yang sanggup membawa kayu bakar keluar masuk hutan. Lalu bagaimana aku harus merayakan Hari Ibu, tidak dengan pesta yang menyedihkan, tidak juga dengan kue-kue yang cuma bikin mual. Aku hanya ingin menyampaikan bisikku pada kertas ini ibu “Jangan pernah tinggalkan aku”. Aku ingin tiap hari merayakan hari ibu, agar aku tidak lupa kau ibuku aku anakmu.
Selama ada engkau, sujud ikhtiarku aku serahkan pada nasehatmu padaku. Aku akan mendengarmu, aku akan menaatimu. Surga kecilku, SELAMAT HARI IBU.
“Maaf surat ini terlampau pendek untuk menjawab rindumu yang panjang, maaf untuk kertas ini terlalu tipis untuk memeluk tubuhmu yang kedinginan dan maaf juga untuk tintanya yang membeku untuk air matamu yang selalu mengalir”
Dar el Kamal, 22 Desember 2020