Makhluk Biologis versus Makhluk Spiritualis
Pernah mendengar istilah makhluk biologis dan makhluk spiritualis gak sih?
Secara pengertian dan jika ditinjau dari segi bahasa makhluk merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Arab artinya “yang diciptakan” sebagai lawan kata Kholik “Pencipta”. Adapun dalam KBBI makhluk diartikan sesuatu yang dijadikan atau yang diciptakan oleh Tuhan (seperti manusia, binatang, dan tumbuh- tumbuhan).
Adapun kata biologis dapat diartikan dengan segala yang berkait dengan kehidupan dan proses kehidupan, pun kebutuhan biologis merupakan kebutuhan primer manusia yang selalu menuntut pemenuhannya. Kebutuhan biologis muncul diakibatkan karena berbagai dorongan yang muncul dari dalam dan juga rangsangan dari luar. Diantara contoh kebutuhan biologis mencakup sandang, pangan, papan, kebutuhan seksual, dan sebagainya.
Sedangkan spiritualis dapat diistilahkan dengan segala kondisi pada fikiran manusia yang berkaitan dengan peran jiwa sebagai esensi dalam kehidupan, karena spiritualis hubungan yang bersifat kejiwaan (rohani, batin). Menurut Ibn ‘Arabi spiritualitas adalah pengerahan segenap potensi rohaniyah dalam diri manusia yang harus tunduk pada ketentuan syar’i dalam melihat segala macam bentuk realitas baik dalam dunia empiris maupun dunia kebatinan. Contoh manusia adalah makhluk spiritualis dalam pandangan Islam adalah dengan mempercayai dan meyakini bahwa Allah adalah tuhan semesta alam.
Terdapat beberapa problema yang sering terjadi dikalangan anak muda zaman sekarang dan menurut penulis hal tersebut bertolak belakang dengan konsep atau prinsip hidup yang bersumber dari ajaran-ajaran rasulullah antara konsep makhluk biologis dan makhluk spiritualis. Namun, banyak yang melakukan hal tersebut bahkan ada pula yang menjadikannya sebagai tolok ukur dalam kehidupan. Ya,, mungkin karna perkembangan zaman dan kemajuan tekhnologi juga kali ya,,hhh. Kita gak lagi hidup di zaman yang hanya mengandalkan dan mempercayai kekuatan magic dan peninggalan-peninggalan nenek moyang, tapi lebih kepada kemajuan iptek dan maraknya media sosial tempat setiap jiwa bisa mengekspresiakan rasa yang ada.
Lalu ada beberapa pertanyaan yang muncul terkait dengan makhluk biologis versus makhluk spiritualis yang sampai dengan saat ini masih menjadi pertanyaan mendasar bagi penulis khususnya yang kadang salah kaprah dalam memanfaatkan teknologi di era society 5.0 saat ini.
Terdapat salah satu kaidah yang menyatakan “apa saja yang membawa pada perbuatan haram, maka itu haram”. Kaidah ini tentu bisa kita kaitkan dengan sebuah pertanyaan ” jika dalam Al- Qur’an jelas termaktub bahwa zina adalah sesuatu yang haram, lantas bagaimana dengan sesuatu yang menggiring dan bisa membawa kita pada perbuatan zina tersebut, seperti misalnya Chattingan, telfonan, bahkan video call dengan lawan jenis yang bukan Muhrim, apakah sama dihukumi haram juga atau seperti apa? Karna jika ditinjau dari segi biologis bisa saja hal itu merupakan sebuah kewajaran, namun bagaimana jika hal tersebut ditinjau dari segi agama/spiritual? Apakah sebuah kewajaran juga ataukah sebuah pelanggaran?
Disini penulis menyertakan beberapa opini atau tanggapan terhadap hal tersebut, seperti penjelasan berikut, diantaranya:
Pendapat pertama: Agama membenarkan bahwa ketertarikan kepada lawan jenis merupakan sebuah kewajaran dan ketertarikan kepada lawan jenis merupakan salah satu bentuk anugerah yang diberikan tuhan kepada hambaNya, namun cara mengekpresikan perasaan tersebut agama telah mengatur mekanisme yang harus dilakukan, namun terkadang juga ada yang kurang faham, sehingga dalam mengekspresikan perasaan tersebut kadangkala bisa tergiring ke dalam pusaran kemaksiatan. Jika ditinjau dari segi agama fenomena ini jelas tidak wajar dan disalahkan. Disamping lain kita juga tidak boleh menafikan diri sebagai makhluk biologis yang mana kita didesain untuk saling tolong menolong sehingga interaksi antar sesama manusia terutama dengan lawan jenis adalah suatu kebutuhan dan tidak bisa dihindari secara mutlak. Namun tidak dengan melanggar aturan dan batasan yang telah digariskan oleh tuhan. Sehingga dalam ushul fiqh terdapat sebuah kaidah yang mengatakan “meninggalkan mudharat yang lebih besar lebih utama daripada mengambil manfaat yang hanya sedikit”. Sehingga yang menjadi poin adalah sebuah keharusan kita sebagai makhluk biologis dan makhluk spiritualis untuk bisa mengatur dan memposisikan diri dalam ranah dan ruang lingkup masing-masing karena keduanya memiliki hak dan kewajiban serta harus berimbang diantara keduanya.
Pendapat lain juga menyebutkan bahwa aktivitas telfonan dan chattingan antar lawan jenis merupakan hal wajar jika memang membahas hal-hal yang baik disertai dengan niat dan tetap mengikuti aturan-aturan yang telah ada dan telah tercantum dalam Al-Qur’an dan hadits.
Opini teman-teman seperti apa sih???? Silahkan direnungkan kembali,,hhh.
Sehingga, perlu kiranya kita sebagai generasi muda untuk senantiasa pandai dalam memilah dan memilih aktivitas-aktivitas apa yang hendak dilakukan dan dihindarkan. Agar supaya hal-hal yang menjadi perintah dan larangan bisa tersampaikan sesuai dengan tujuan diutusnya Rasulullah Saw. untuk bisa membedakan dan mengamalkan mana yang hak dan meninggalkan mana yang bathil. (Dinda Salsabila A. Junaidi/IAT/III)