NYATUS “Seratus Hari”
3 mins read

NYATUS “Seratus Hari”

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun, tak terasa cepat sekali waktu ini berputar. Hari ini adalah dimana ke seratus harinya kakekku meninggal. Kepergiannya memang meninggalkan kesedihan terutama untuk kami keluarganya, apalagi saya yang tidak bisa melihat beliau menghembuskan nafas terakhir. Saya temukan beliau sudah terbujur kaku.

Tidak tau kenapa dengan diri saya pada malam itu, rasa kantuk begitu berat menyerangku hingga aku tertidur dengan sangat lelap, aku terbangun ketika ada pengumuman di masjid yang menginformasikan bahwa kakekku sudah meninggal, betapa terkejutnya aku mendengar itu, air mataku langsung jatuh bercucuran, ku lihat handphone ku ternyata sudah banyak panggilan yang tidak terjawab, aku tidak mendengarnya karena tidurku yang terlalu lelap dan kebetulan handphoneku juga aku matikan bunyinya. Ku pasang jilbabku lalu aku langsung lari ke rumah kakeku, disana aku temukan orang sudah berkumpul, suara tangisan pecah mengiringi kepergiannya, betapa menyesalnya diriku karena kau tidak dapat melihat beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Aku duduk disamping jenazah kakeku dengan deraian air mata yang begitu deras.

Ibu datang menghampiriku sambil mengelus-elus kepalaku, “sudahlah nak jangan terlalu laru dalam kesedihan, kita semua akan milik Allah dan akan kembali kepada Allah, kakek di paggil lebih dulu karena Allah sayang dengan kakekku, jadi ikhlaskanlah kepergiannya, dia sudah tenang di alam sana”, mendengar kata-kata yang diutarakan oleh ibuku, akupun sedikit merasa tenang, ku hapus air mata yang membasahi pipiku, lalu ku coba untuk mengikhlaskan kepergian kakekku, “kek, maafkan aku yang tidak bisa menyaksikan kakek untuk terakhir kalinya, semoga kakek tenang di alam sana” pintaku di dalam hatiku.

“Nyatus” adalah mengenang seratus harinya kepergian orang yang meninggal, berbagai ritual ada yang dilakukan di dalamnya antara lain :

“Begawe” / syukuran adalah dimana keluarga yang ditinggalkan akan membuat sebuah acara masak besar-besaran, dimana hasil masakan itu akan di bagi-bagikan kepada semua keluarga dan warga di sekitar desa, disini akan terlihat kekompakan warga, karena mereka akan saling membantu untuk menyelesaikan acara itu sampai akhir. Masak-masak ini tidak dilakukan secara sembarangan tetapi ada beberapa ritual yang dilakukan di dalamnya mulai dari “bisok menik” atau mencuci beras, jadi untuk para wanita akan pergi mencuci beras ke sungai dengan membawa bakul yang ditaruh di atas kepalanya, dalam rombongan pencuci beras itu akan dipandu oleh satu perempuan yang diberi sebutan sebagai “inak-inak dan memiliki beberapa aturan. Jadi ketua “inak-inak” ini akan jalan paling depan, dengan membawa bakul yang berbeda dari perempuan-perenpuan yang lain, dimana isi bakul dari “inak-inak” ini adalah beras, kemudian di atas beras itu ada pisang, rengginang, uang sama teko berwarna kuning. Ketika sampai di sugai yang pertama kali turun dan mencuci beras adalah pemandu Inak-Inak”, sebelum dia selesai mencuci beras dan naik ke atas yang lain tidak diperbolehkan untuk turun mencuci. Tetapi setelah selesai maka yang lain secara bersama-sama turun dan membersihkan bakul beras yang dibawa masing-masing. Tujuan dilakukan ritual ini adalah supaya nasiya ketika dimakan nanti walaupun sedikit dimakan amaka orang akan terasa kenyang.

Acara selanjutnya adalah “zikir”, ini di khususkan untuk laki-laki, mereka akan berzikir dan mengadakan do’a bersama terutama untuk jenazah dan dilakukan di rumah duka. Setelah itu selesai dilanjutkan oleh keluarga jenazah untuk pergi ke kubur, untuk membacakan surah yasin di atas pusara orang yang meninggal.

Dan acar terakhir adalah membuang “Dupa”, yaitu membuang kendi yang berisi abu dan kemenyan, dan itu akan di buang di sungai yang bernama “Kokok Tanggek” atau sungai tanduk, kenapa dipilih sungai ini, karena kepercayaan orang-orang bahwa sungai itu aliran airnya langsung ke laut. Setelah acara ini selesai maka berakhirlah acara ” Nyatus”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *