SEMUA ADA HIKMAHNYA
Aku duduk di kursi yang berada di ruang loby sambil memeriksa skripsi yang sudah aku print tadi pagi, hari ini rencananya aku akan bertemu dengan dosen pembimbingku, tapi hampir 30 menit aku duduk beliau belum dateng-dateng juga. Tiba-tiba terdengar dari ponselku notifikasi pesan yang masuk, setelah aku periksa ternyata itu dari dosen pembimbingku, aku pun membuka pesan itu, “Ananda bapak mohon maaf karena hari ini bapak tidak bisa datang ke kampus, dan pertemuan hari ini kita batalkan karena bapak ada kesibukan yang mendadak dan tidak bisa bapak tinggalkan” (Pesan dari pak dosen), “Ngiih pak, tidak apa-apa” kataku membalas pesan bapak dosen.
Sebagai manusia biasa perasaan kecewa pasti ada, itu tidak dapat aku pungkiri, karena sudah semangat merint dan nunggu lama, terus dibatalkan. Tetapi perasaan kecewa itu tidak aku biarkan berlarut-larut dalam hatiku, aku katakan pada diriku, ini sudah ketentuan dari Allah SWT kepadu, di balik ini pasti ada hikmahnya.
Tiba-tiba dateng temanku, kemudian menghampiriku lalu duduk di kursi sebelahku, ternyata hari ini dia ada jadwal untuk bimbingan juga, tapi karena dosen pembimbingnya belum datang diapun memilih duduk sambil berbincang-bincang denganku. Dalam pembicaraan kami dia menawarkanku untuk diceritakan sebuah kisah yang pernah dia dengar dari Ustadznya, dengan senang hati akupun mengiakan tawarannya. Lalu iapun memulai cerinya, dan aku pun mendengarkan dengan seksama sambil mengamati setiap kata yang keluar dari mulutnya.
“Santri Bodoh Menjadi Syeikh”
Pada zaman dahulu ada seorang santri yang belajar di sebuah pesantren, sudah lebih dari dua belas tahun dia menimba ilmu di pesantren itu, tetapi sayangnya dia tidak mendapatkan ilmu dari sana, bukan karena ustadznya yang tidak bisa mengajar tetapi karena santri ini yang sangat sulit memahami ilmu yang di ajarkan oleh ustadznya. Karena sulitnya dalam memahami ilmu diapun di panggil dengan nama “si bodoh” oleh teman-temannya. Memang dia mengakui dirinya adalah orang yang bodoh, tetapi sebagai manusia biasa dia juga punya hati, jujur ketika di panggil namanya dengan sebutuan “si bodoh” hatinya terluka. Walaupun diperlakukan seperti itu oleh teman-temannya dia tidak melawan, karena dia bukan tipe orang yang suka bertengkar, diapun tidak memarahi temanya dan tidak membenci mereka, ketulusan hatinya yang membuatnya sekuat itu. Tetapi ada kalanya ketika dia kecewa dia hanya menunjukkan kesedihannya dengan menangis dan akan memilih tempat yang sepi untuk mengadukan nasipnya kepada sang pencipta.
Bisa di bayangkan 12 tahun belajar tetapi membaca Bismillah saja tidak bisa, wajar teman-temannya memanggilnya seperti itu, tetapi dibalik kebodohannya, terdapat suatu sifat yang membuatnya berbeda dari teman-temannya yang lain. Adapun sifat itu adalah selama dia di pesantren dia tidak pernah membuat ustadznya kecewa, apa saja yang diperintahkan oleh ustadznya selalu dia segera mengerjakannya, apa saja kebutuhan dari ustadznya selalu di sediakan seperti menyiapkan makanan, minuman, mencuci pakainnya bahkan ketika ustadznya capek ketika selesai mengajar dia akan segera menawarkan ustadznya untuk dipijat, karena itu walaupun dia adalah santri yang bodoh, dia sangat disayangi oleh ustadznya.
Pada suatu ketika di bulan Ramadhan kebiasaan santri di pondok itu setiap tahunnya adalah pulang ke kampung halaman masing-masing. Semua santripun pulang, tinggal dia sendiri di pondok, selama 12 tahun dia tidak pernah pulang kampung, bukan karena dia tidak mau, tapi karena dia takut nanti kalu orang tuanya tau kalau dia tidak mendapatkan apa-apa selama 12 tahun, maka orang tuanya kecewa, sebab itu dia menahan keinginannya untuk pulang ke rumah. Tetapi pada Ramadhan kali ini, dia benar-benar merindukan kedua orang tuanya, merindukan kampung halamnnya, akhirnya dia memutuskan untuk pulang, dia pasrah bagaimanapun tanggapan orang tuanya mengenai dirinya ketika nanti mengetahui bahwa dia ini tidak dapat ilmuu di pondok pesantren dia akan menerimanya dengan lapang hati.
Diapun menemui ustadnya lalu mengatakan keinginannya untuk pulang, ustadzpun mengizinkannya. Karena mengetahui kampung halaman santrinya yang jauh, beliaupun membantunya untuk menyiapkan kebutuhan apa saja yang diperlukan saat diperjalanan nanti, karena ketika itu tidak ada kendaraan tidak seperti sekarang, jadi santri itu kan pulang dengan jalan kaki. Setelah semuanya beres santri itupun pamit kepada sang ustadz, lalu di cium tangan ustadz, kemudian ustadz memeluk muridnya sebagai tanda perpisahan, deraian air mata pun menjadi sakti dari perpisahan mereka berdua.
Setelah itu muridpun meninggalkan pesantren, sang ustadz tidak melepas penglihatannya kepada santrinya, semakin lama santrinya hilang dari penglihatannya, lagi-lagi air matanya deras keluar, sangat berat sekali dia melepas muridnya. Murid itupun berjalan dengan melewai hutan, dan aliran suangai, sudah cukup lama dia berjalan dia mulai merasa capek,diapun beristrahat di sebuah pohon yang rindang, dia pun duduk bersandar di pohon tersebut sambil menikmati pemandangan hutan yang di sekitarnya, dia mengucapkan rasa syukur atas keindahan yang Allah ciptakan. Ketika menikmati pemandangan tersebut, matanya tertuju pada salah satu yang ada di sana, yaitu batu besar yang ditetesi oleh air dari atas batu tersebut, dan dia pun menghampiri batu tersebut, ternyata batu itu berlubang akibat tetesan air itu, dari sanalah dia mulai berfikir batu saya yang sangat keras, setiap hari di tetesi air yang hanya sedikit ternyanya dia berlubang, saya juga pasti bisa seperti batu itu, lama-kelamaan saya pasti bisa paham dengan semua ilmu yang di sampaikan oleh ustadz saya. Maka saya tidak boleh pulang, saya harus kembali ke pesantren, saya harus belajar. Seketika itu pula dia melupakan keinginannya untuk pulang menemui kedua orang tuanya, kemudian dia langsung putar balik menuju pesantren, dan menceritakan kejadian yang baru dia lihat di perjalanannya, kemudian setelah mendengar penuturan dari santrinya, sang ustadz pun tersenyum.
Dimulai saat itu dia kemudian sungguh-sungguh belajar kepada sang Ustadz dia berusaha siang dan malam mempelajari semua ilmu yang di ajarkan ustadznya, ketika tidak di pahamai langsung dia tanyakan, usaha tidak pernah menghianati hasil, itulah kalimat yang cocok diberikan kepada santri itu, dengan kerja kerasnya sekarang sedikit-sedikit dia mulai memahami apa yang dijelaskan oleh gurunya. Beberapa bulan kemudian dia bukan seperti yang dulu lagi, sangat cepat sekali terasa ilmu itu masuk ke dalam dirinya bagaikan air yang mengalir, Allah mempermudahkannya untuk memahami ilmu, bahkan dia mengusai berbagai ilmu hingga kemudian dia menjadi seorang Syeikh.
Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajaran yaitu untuk tidak mudah berputus asa, kita harus bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan tentunya dengan meminta bantuan dan pertolongan dari Allah SWT, supaya semuanya akan terasa mudah.
Inilah hikmah yang saya dapat hari ini, Allah sudah mengatur semuanya, dan dialah sebaik-baik pengatur.