Inspirasi Menghafal Qur’an “Ustadz Adi Hidayat”
6 mins read

Inspirasi Menghafal Qur’an “Ustadz Adi Hidayat”

Ustad Adi Hidayat adalah sosok yang sangat dekat dengan ayahnya, beliau bercerita  bahwa ketika beliau kecil, sering diajak oleh ayahnya saat mengajar di sebuah Musholla yang ada di kampungnya dimana sekarang dibangun menjadi sebuah masjid. Ketika ayah beliau sedang mengajar beliau sering tidur, dan sekarang gantian ketika beliau sudah mejadi ustad dan mengajar jamaahnya, ayah beliau yang tidur untuk selama-lamanya. Ketika ayah beliau sudah selesai mengajar dan akan beranjak untuk pulang beliau sering digendong, kadang-kadang beliau sengaja pura-pura tidur, karena beliau ingin tau apakah akan digendong atau tidak, ternyata digendong juga, sambil menggoda beliau dengan sebuah candaan yang mambuat beliau merasa sangat bahagia.

Pada suatu ketika saat beliau masuk pesantren, ayah beliau tidak bisa mengatarkan beliau ke pesantren karena saat itu kondisi ayah beliau sangat lemah, karena divonis oleh dokter bahwa ada komplikasi di tubuhnya. Sebelum berangkat ayah beliau memeluk beliau dengan sangat erat disertai dengan tangisan haru, sambil mengungkapkan permintaan maaf karena tidak bisa mengantarkan beliau ke pesantren. Karena beliau masih kecil, jadi keadaan pada waktu itu beliau belum dapat memahaminya, apalagi mengenai penyakit yang sedang diderita oleh ayahnya. kemudian beliau berangkat ke pesantren dimana beliau akan menimba ilmu.

Dua minggu beliau di pesantren, beliau dipanggil oleh gurunya bahwa ada seseorang yang ingin menemuinya  dan sudah menunggunya sejak tadi, gurunya bilang bahwa orang itu akan mengajaknya untuk pulang, tetapi ketika ditanyakan kepada gurunya kanapa baru dua minggu dia sudah disuruh untuk pulang, gurunya diam tanpa memberikan jawaban apapun, setelah dilihat-lihat bahwa orang itu adalah kakak dan pamannya sendiri. Lalu beliau bersiap-siap dan berangkat pulang bersama kakak dan pamannya.

Di perjalanan, beliau bertanya kepada kakaknya mengenai keadaan ayahnya, tetapi kakanya malah diam seribu bahasa disertai dengan air mata yang bercucuran dari pelupuk matanya, beliaupun merasa heran melihat keadaan kakaknya. Karena kakak beliau tidak mau menjawab diapun mencoba akan menanyakan kepada pamannya kenapa di jemput secepat itu dari pesantren, tetapi sebelum beliau mengeluarkan pertanyaan itu, paman beliau malah mengatakan sesuatu yang membuat beliau sangat bersedih “mohon maaf barangkali ananda Adi sudah tidak bisa melihat ayah lagi, karena mungkin ketika tiba di rumah ayah ananda sudah dikuburkan,  karena dia sudah di panggil oleh Allah yang maha kuasa”, mendengar kata-kata yang keluar dari mulut pamannya beliau tidak bisa menahan rasa haru yang ada dalam dirinya, lalu rasa haru dan sedih itupun hanya bisa diungkapkan lewat airmatanya bercucuran dengan deras.

Setelah menempuh perjalan panjang selama 4 jam, menjelang waktu sholat isya akhirnya beliau sampai juga dirumahnya. Sesampainya dirumah beliau mendapati ibu beliau sedang duduk, kemudian ketika melihat beliau, ibu langsung menghampinya dan dan menyamput dengan pelukan yang sangat erat, beliau melihat bahwa ibunya sangat tabah menerima cobaan itu tampa menangis, karen melihat ketabahan ibunya, beliau tidak mau menangis karena tidak mau melihat ibunya sedih. Kemudian malam itu beliau menemani ibunya tidur.

Di dalam tidurnya beliau bermimpi bahwa beliau melihat ayah dengan mengenakan sebuah baju kemeja dan memberikan sebuah isyarat, lalu paginya beliau bangun, kemudian beliau membuka kamar ayah beliau. Melihat kamar tersebut beliau langsung mengucapkan takbir “Allahuakbar”  sambil berkta “ternyata selama ini ayah mengajarkan pada saya bukan kitab-kitabnya tetapi akhlaknya yang berasal dari kitab-kitab itu (sambil menunjuk beberapa kitab yang tersusun rapi di kamar ayahnya), selama ini ayah beliau tidah pernah menunjukkan kitab-kitab ini. Tapi kitab-kitab ini saya temukan di pondok, rupanya semua isi kitab itu selama ini diajarkan secara langsung bukan dari bacaan”, beliau menangis menyaksikan itu semua.

Ketika ayah beliau meninggal semua baju-bajunya dibagikan ke keluarga dekat dan sahabat-sahabatnya kecuali kitab dan mushaf Al-Qur’an. Salah satu mushaf yang ada di kamar ayah beliau, beliau ambil, kemudian membawanya ke ruang tamu, lalu di sana beliau langsung menghadap kiblat sambil mengucapkan sebuah do’a.

“Ya Allah,,, saya sudah tidak bisa lagi menatap ayah saya, tidak bisa berbakti dalam hidupnya maka saya mohon Ya Allah, ganti bakti saya ini dengan menghafal Al-Qur’an dan menjadikan setiap huruf yang saya hafal ini megalir untuk ayah saya”, inilah  doa yang dipanjatkan kepada sang pencipta oleh ustad adi hidayat saat duduk  di ruang tamu rumahnya, dengan mengarah ke kiblat, sambil membuka mushaf yang di ambil dari dalam kamar ayahnya, kemudian beliau memulai menghafalkannya sambil berderai air mata membasahi pipinya. Beliau terus melantunkan ayat demi ayat, awalnya beliau hanya ingin menghafal 8 ayat tetapi al-qur’an seperti air yang mengalir memasuki kepala beliau, ayat demi ayat datang, datang, dan terus datang hingga beliau menghafal 10 ayat, 20 ayat, 30 ayat disertai dengan nomor, halaman, artinya dan lain-lain, tanpa bisa beliau hentikan.

Beberapa hari kemudian beliau memutuskan untuk kembali ke pesantren untuk memperdalam ilmu beliau, sesampainya di pesantren beliau ditugaskan oleh ustadz beliau untuk menghafal 8 ayat, saat beliau memulai menghafal, lisan beliau tidak dapat berhenti, beliau terus, baca, baca, dan baca sampai ustdaz mengatakan “sudah cukup nak, kamu duduk disini ustadz mau keluar dulu, kamu gantikan ustadz untuk memberikan nilai kepada teman-temanmu yang akan menyetor hafalan hari ini.

‘pesan dari ustadz adi hidayat’

“cobalah niatkan dengan baik, kalau masih ada kedua orang tuamu maka berbaktilah kepada mereka, karena kalau mereka sudah tidak ada kita akan sulit berbakti kepadanya selain dengan do’a dan amal-amal shaleh, ‘saya bawa ibu saya haji, perjuangan yang luar biasa, sampai tawaf saya gandengang dengan tangan kanan saya, sambil menggandenga tangannya saya mebayangkan bagaimana siti hajar memberikan yang terbaik untuk nabi ismal, saat tangan kanan saya menggandeng tangan ibu saya, ada tangan kanan kiri yang tidak bisa menggandeng tangan siapapun disitulah saya berdoa (berikanlah kemulian kepada ayah saya).

                        Bertakwalah kepada Allah, sayangi kedua orangtua, kemudian berusa berjuang dengan baik, Insya Allah, Allah akan berikan kemudahan untuk menghafal. Saya berjumpa dengan seorang anak yang bernama asraf, diantar dia oleh kedua orangtuanya dengan ketiga saudaranya, dan kakek, neneknya. Ibunya menyampaikan bahwa dia ingin anaknya di cek hafalannya, karena anaknya dalam usia tujuh tahun sudah hafal al-qur’an disertai dengan nomor ayat, halaman dan tema dan maknanya, allu kemidian sayapun menyuruh salah satu santri untuk mengetesnya, kemudian di teslah dia dengan tema Neraka, ketika membaca ayat tersebut menagislah anak dia. Anak-anak kecil yang menghafal qur’an sudah banyak, ada yang buta, lumpuh otaknya dan gangguan-gangguan fisik yang lain, tetapi ketika ditanya kenapa menghafal qur’an meraka malah menjawab “supaya saya ada bekal ketika menghadap Allah”.

Inilah kisah dari ustadz adi hidayat memulai hafalan qur’annya, saya berharap dari kisah ini kita semua mendapat pelajaran, dan kita lebih termotivasi lagi untuk lebih dekat dengan qur’an dengan cara menghafalkannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *