Membangun PLTP (Pembangkit Literasi Tenaga Pemuda) Untuk Indonesia
6 mins read

Membangun PLTP (Pembangkit Literasi Tenaga Pemuda) Untuk Indonesia

Pendidikan merupakan elemen terpenting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945, para founding father kita telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dengan cita-cita yang mulia, seperti petikan pembukaan UUD 1945 berikut:
…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…
Petikan pembukaan UUD 1945 di atas akan membawa kita kepada diskusi yang panjang terkait urgen membangun pendidikan Indonesia, agar kemerdekaan yang kita peroleh tidak hanya untuk dinikmati tetapi dapat juga diisi sesuai dengan amanat kemerdekaan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih khusus lagi, pemerintah Republik Indonesia menetapkan anggaran pendidikan nasional sekurang-kurangnya 20% dari belanja APBN. Meskipun demikian, faktanya kualitas pendidikan di negara kita masih rendah. Berdasarkan hasil survei Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2018 yang kemudian diterbitkan pada tahun 2019 menyatakan bahwa, dalam kategori kemampuan membaca dan menulis, Indonesia menempati urutan ke-74 dari 79 negara.
Berdasarkan fakta di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya rangking pendidikan kita dikancah dunia adalah kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis ini kemudian populer disebut dengan Literasi. Menurut Kirsch & Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of America’s Young Adult mendefinisikan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Maka dapat disimpulkan, Literasi tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikir kritis, dan peka terhadapi lingkungan sekitar, dengan demikian seseorang yang literet tidak hanya dituntut untuk mempunyai kemampuan secara kognitif namun juga dapat menjadi sosok role model (dibaca: teladan) yang akan membawa bangsa Indonesia dapat bekompetisi dengan bangsa lainnya..

Permasalahan literasi bagi bangsa yang sudah merdeka 76 tahun bukanlah masalah yang biasa-biasa saja, dalam riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di tahun 2016 lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara dengan minat membaca orang Indonesia rata-rata 0,001 artinya dari 1000 orang Indonesia yang mempunyai minat membaca hanya satu orang saja. Berdasarkan paparan hasil riset tersebut, maka Literasi merupakan masalah yang harus didiskusikan dengan serius sebab dunia pendidikan sangat dinamis. Untuk itu maka kita harus segera menemukan formula yang tepat untuk mengobati penyakit pendidikan kita.

Keberadaan pemuda dalam sebuah bangsa dapat menjamin keutuhan bangsa, peran pemuda dalam ikut serta membangun bangsa tidak dapat dipinggirkan. Salah satu aktor kemerdekaan Indonesia adalah para tokoh muda, dalam berbagai sumber sejarah menarasikan bagaimana para tokoh muda sangat gigih untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia yang berujung pada penculikan Presiden Ir.Soekarno, kemudian peristiwa ini dikenall dengan peristiwa Rengasdengklok. Potensi pemuda sebagai SDM terdepan dalam membangun bangsa harus dimanfaatkan dengan maksimal, sebab pemuda hari ini adalah cerminan Indonesia di masa depan, pemuda sekarang adalah pemimpin di masa yang akan datang.

Maka dengan potensi yang demikian besarnya, generasi muda akan sangat tepat untuk dijadikan sebagai role model dalam memperbaiki kondisi Literasi di Indonesia. Di sinilah darah biru pemuda akan sangat bermanfaat, masa muda tidak boleh disia-siakan, sebagai calon pemimpin di masa yang akan datang maka pemuda wajib dibekali dengan kemampuan yang baik, salah satunya adalah kemampuan literasi. Sebuah ungkapan menyatakan the reader today is the leader future, pembaca hari ini adalah pemimpin di masa depan. Meskipun demikian, memperbaiki rangking Literasi Indonesia bukanlah hal yang mudah, ada beberapa problem yang menajdi tugas utama para generasi muda untuk memulihkan kondisi literasi di Indonesia, diantaranya : minat literasi yang masih rendah, distribusi buku yang tidak merata dan distribusi guru yang tidak merata.

Problem pertama yang harus dituntaskan oleh pemuda sebagai Tenaga Pembangkit Literasi (TPL) adalah rendahnya minat literasi. Generasi muda dituntut untuk membangun minat literasi baru kemudian akan tercipta budaya literasi masyarakat Indonesia. Proses pembuyaan itu tentu harus mengikuti konteks masyarakatnya, hari ini hampir setiap lini kehidupan masyarakaty tidak terlepas dari digital system, hal ini disebabkan kemajuan teknologi yang kemudian menelurkan Literasi Digital. Dunia digital sangat tepat digunakan untuk mempromosikan gerakan budaya literasi, sebab generasi muda adalah generasi yang melek teknologi. Kemudian problem kedua adalah distribusi buku yang tidak merata. Buku sebagai sumber utama membaca dan menulis sangat dibutuhkan untuk memperluas wawasan. Dengan bentangan wilayah Indonesia dengan geografis yang berupa kepulauan, problem ini tentu tidak mudah, maka dibutuhkan kerjasama antar daerah, hal ini dapat diatasi dengan menciptakan suatu asosiasi atau perkumpulan pemuda di seluruh Indonesia untuk dapat berkoordinasi antar pemuda di masing-masing daerah.

Problem ketiga adalah distribusi guru yang tidak merata. Mantan Menteri Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia (Kemendikbud RI), Anies Baswedan mengungkapkan bahwa sehebat apapun kurikulum dan sistem pendidikan Indonesia, guru adalah sosok yang paling berpengaruh, keberadaan guru di depan kelas menjadi penting untuk membangun kualitas peserta didik. Berdasarkan fakta tersebut, maka Gubernur DKI Jakarta itu berinisiatif untuk membentuk sebuah lembaga yang tujuannya adalah mendistribusikan guru-guru yang masih muda (fresh graduation) di pelosok-pelosok Indonesia. Usaha yang dilakukan Anies Baswedan tersebut patut dicontoh oleh generasi muda bangsa.

Upaya untuk membangun Pembangkit Literasi Tenaga Pemuda (PLTP di Indonesia harus segera terealisasikan. Dengan melibatkan pemuda sebagai tenaga pembangkit literasi di Indonesia, setidaknya kita bisa bernafas panjang, Indonesia sebagai rumah kita tidak akan mengalami gelapnya pengetahuan akibat matinya literasi. Pemuda sebagai agent of change dan agent of social control harus diberikan ruang, jika tidak maka pemuda akan berubah menjadi bumerang, bahkan bisa menjadi agen beban sosial. Tiga masalah yang sudah dipaparkan di atas pasti bisa diselesaikan oleh generasi muda dengan menanamkan 4C yaitu Communication, Collaboration, Critical Thingking dan Creative. Dengan adanya 4C pada diri generasi muda, kita optimis Literasi kita akan terus mengalami perubahan dan perbaikan. Menyia-nyiakan pemuda berarti menyia-nyiakan masa depan Indonesia.ï

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *