22 mins read

Manjada Wajada Menuju Atap Tertinggi Pulau Seribu Masjid

kali ini penulis ingin berbagi tentang pengalaman ketika menjajal puncak tertinggi pulau Lombok, yakni puncak gunung Rinjani, yang memiliki ketinggian 3.726 mdpl. 2018 punya cerita, bersama kawan-kawan, perkenalkan nama mereka pauzi, syamsul, Omak Jr, dan saya peribadi khaerul. Gunung Rinjani pesonanya yang sungguh memanjakan mata, namun kendatipun begitu banyak sekali suka duka ketika kami mendakinya, simak ceritanya.

sebelum itu mari kita simak prestasi nya. Selain dijadikan sebagai taman nasional (TNGR) Gunung Rinjani juga ditetapkan sebagai Gobal Geopark atau Geopark Dunia dalam sidang Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).Kawasan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditetapkan menjadi geopark dunia dalam sidang Unesco Executive Board, Kamis tahun 2018, di Paris, Prancis.

Geopark bisa menjadi solusi alternatif pemanfaatan kekayaan alam dan budaya untuk kebangkitan ekonomi dan pemberdayaan sosial yang tetap mengedepankan faktor pelestarian dan perlindungan lingkungan, sepatutnya kita, wabil husus orang NTB harus bangga dengan masuknya Rinjani sebagi Gobal Geopark sehingga atap tertinggi pulau kita dikenal oleh seantero dunia. Gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia itu ramai dikunjungi para wisatawan asing dan domestik setiap tahunnya karena memiliki panorama alam yang indah yang tiada tara.

seiring Rinjani masuk ke Geopark Dunia, dan banyak kawan dari luar daerah yang mengenjang pendidikan di kampung kelahiran kami Desa kembang kerang daya Lombok timur, mereka sring menanyakan perihal gunung Rinjani, gimana rasanya naik Rinjani ujarnya, pertanyaan mereka membuat kami bingung dan malu sebagai putra Lombok tidak pernah mengunjungi atap tertingginya, tidak dijawab tidak enak ngerasa ngengsi sama mereka mau dijawab takut bohong soalnya tidak pernah pernah pergi, kami cuma bilang ia ia saja, sungguh memalukan. oleh karena itu 2018 kami memutuskan untuk rencana ke Rinjani bersama teman-teman.

Ada beberapa teman yang sanggup untuk pergi Sebut saja 4 sekawan dia bernama M.pauzi (ketua sekaligus pengatur segala perlengkapan ), Syamsul (bendahara keuangan), omak jr dan penulis sendiri khaerurRozikin. Plening tersebut kesampaian selesai bulan ramadhan, memilih selesai lebaran rasanya bisa menghemat semua logistik makanan, karna dalam tradisi kami, selesai lebaran selalu ada makanan khas untuk mengangkhiri bulan ramadhan. makanan tersebutlah sebagai penambah logistik kami.

 

sebelum H-1 kami mempersiapkan semua barang maupun peralatan muncak, baik berupa tas kerir, tenda, sepatu, kaos tangan, dan semua logistik makanan. mengingat kami akan ngecamp selama 5 hari di Rinjani rasanya memerlukan bajet yang tidak sedikit, namun kami bermusyawarah untuk patungan sama-sama 300 Rp untuk memenuhi semua kebutuhan. setelah uang terkumpul mendekati 1 jutaan kami bergegas untuk pergi ke pasar dan semua toko yang menyediakan makanan,

 

sampai pasar rasanya kebingungan, makanan apa yang rasanya perlu kami bawa pulang, untung saja kami sudah menulis semua logistik diatas selembar kertas, berupa indomi, roti-rotian, sayur-susu, tisu, dan yang tidak boleh dilupakan kopi+rokok karena merekalah dari sebian logistik yang akan menemani kami disaat negara dingin menyapa badan. Alhamdulillah syukur saja semua makanan hanya kami pesan didepan pedagang, sehingga kami tidak menghabiskan waktu di dalam pasar, mengingat masih banyak perlengkapan yang belum tersediaakan, kami beranjak pulang.

pembelian semua logistik makanan dan menyewa sebagian alat trakking, membuat cukup menguras isi kantong kami, bajet yang awalnya melebihi 1 jutaan, hanya tinggal 10 ribuan, membuat kami bermusyawarah kembali untuk patungan lagi sama-sama 50 ribuan, selesai itu kami memeriksa semua barang dan logistik yang masih kurang, ternyata ada yang masih belum lengkap yaitu beras, sehingga kami memutuskan untuk mengeluarkan sama-sama 1 kantungan.

pada hari Jum’at tanggal 06 juli 2018, kami memutuskan untuk mengemas semua barang-barang ke dalam tas kerir kami, syukur saja, kami memiliki tas kerir sama-sama 1, jadi tidak ada logistik dan alat trakking lainnya tersisa, logistik berupa pakaian dan alat pendakian di tas kerir saya dan syamsul, selebihnya logistik berupa makanan di tas kerirnya somad dan pauzi, sedangkan botol minuman dimasing-masing tas kerir.

setelah mengemas semua barang, saya meminta restu kepada orang tua, agar mendoakan kami selamat sampai tujuan, dan selamat pulang samai kampung halaman, walaupun sudah mendapat restu kami disarankan agar berangkat setelah selesai sholat Jum’at, karana seperti petuah leluhur kami mengatakan “dendek girang jerak sembayang jum’at Mb lok pepa hama daet” (jangan suka tinggalin shalat Jum’at kalo kamu bebergian, takut ada mara bahaya yang menjupai kalian). karna petuah itu rasanya baik untuk kami, jadi kami putuskan perjalanan slesai shalat Jum’at.

selesai sholat Jum’at sebut saja 4 sekawan, pauzi, syamsul, Somad, dan saya khaerul, memulai perjalanan. kami putuskan untuk menunggu kendaraan dipinggir jalan, setelah menunggu beberapa lama, Alhamdulillah roda empat pun bersahabat dengan kami, walaupun mobil pick up yang kami tumpangi berisikan kerandang burung, tapi tidak mengapa, asalkan bisa sampai tujuan, kendaraan roda 4 itu biasa disapa mobil L 300, (Mitsubishi).

seiring perjalanan kami ditemani oleh alunan musik yang menambah suasana makin ramai karna menyanyikan lagu dengan suara yang bersamaan, terlepas itu kami juga kepikiran dengan kawan kami yang tidak sempat ikut karna faktor kesibukan, sebut saja namanya huda dan guru tercinta kami pak Azis.

perjalanan memakan waktu selama setengah jam, tibalah kami dibawah kaki gunung Rinjani yakni desa Sembalun namanya, sampai di sembalun lebih khusus desa sembalun Lawang, disanalah tempat kami registrasi terlebih dahulu, bajet ketika itu hanya tinggal 100 Rp, tidak ada lagi, kami sudah pasrah, antara melanjutkan perjalanan atau pulang ke kampung halaman. Alhamdulillah ternyata Registrasi turis lokal dengan turis mancanegara lumayan jauh berbeda, lebih-lebih orang Lombok, untung saja pemandu TNGR lumayan ramah, setelah mereka mengetahui kami dari Lombok registrasinya cukup dipermudahkan dengan isi kantong kami, yaitu 100 Rp.

didalam cam registrasi tersebut kami tidak hanya membeli tiket saja, tapi disana juga kami diberi saran-saran serta aturan dalam pendakian, seperti jangan membuang sampah sembarangan, jangan muncak apabila badai menerjang, dan yang paling ditekankan harus membawa pulang sampah-sampah barang bawaan kita, dan jika tidak kita taati akan mendapatkan sangsi yang serius, dengan mengambil kembali sampah kita kesana. next.. kami melanjutkan perjalanan menuju pintu masuk sembalun desa sajang, akan tetapi sampai sana azan asar menyapa kami, kami memutuskan untuk mencari tempat shalat, selesai salat kami bersiap-siap untuk bergegas, kami tidak lupa berdoa agar diberi keselamatan dalam perjalanan pergi serta perjalanan kembali.

perjalanan dimulai. sebenarnya ada tiga jalur resmi untuk mencapai puncak Gunung Rinjani, yakni Jalur Sembalun, Senaru, dan Torean. Kami pilih Sembalun, sebab dibandingkan jalur lain Sembalunlah yang paling landai walaupun cukup panjang.

Kemudian, perlahan langkah kaki kami mulai menyusuri jalan setapak. Gerombolan sapi yang mencari makan terlihat berkeliaran saat kaki kami melangkah, padang sabana dan bukit kecil sangat indah nan luas, bagaikan rerumahan para Teletubbies, melewati hamparan padang rumput dan ditiupan angin seolah-olah mereka sedang menyapa kami “hai pauzi, hai syamsul, hai Somad, hai khaerul” selamat berpetualang di atap tertinggi pulau Lombok.

Sejauh mata memandang, jalan setapak yang ada di depan seolah tanpa ujung. perjalanan kami akan menuju post 1. Puncak Rinjani pun belum terlihat, menandakan perjalanan masih jauh dan panjang. perjalan ke post 1 bisa dibilang masih landai, dimana disana ada jasa ojek motor untuk sampai sana, bahkan sampai post 3 yg kami lihat.

sempat kami ingin mengendarainya, tapi apa daya, ongkirnya lumayan menguras isi kantong, kira-kira 100 Rp untuk perorang, jadi lebih baik kami jalan saja. Pos 1 butuh waktu sekitar 1 jam trekking melewati sabana berbukit yang jarang terdapat pepohonan. Pos 1 ada di ketinggian sekitar 1.300 mdpl.

 

pos 1-pos 2

sebelum pos dua kami disapa oleh azan magrib, selesai mengerjakan sholat kami bergegas untuk kembali melangkah menuju pos 2, dari atas sana kita sudah bisa melihat laut yang melentang luas dan sebagian kawasan Lombok Utara. Perjalanan ke Pos 2 kami tempuh sekitar 1 setengah jam perjalanan. Pos 2 ada di ketinggian 1.500 mdpl dengan trek mulai menanjak. Ada sebagian kawan kami yang ingin membuat tenda di pos 2, termasuk saya pribadi, karna rasanya negara dingin sudah mulai menyapa badan, namun ketua trakking kami M. pauzi memaksa kami untuk tetap lanjut. Setelah bermusyawarah kami memutuskan untuk ngecamp di pos 3, tapi sebelum nya kami beristirahat sejenak untuk mengganjal perut yang sudah kosong, dan melawan negara angin dengan beberapa batang rokok dan secangkir kopi, next.. agar perjalanan ke pos 3 terasa tenang, kami mengerjakan shalat isa dan berdo’a, agar diberi keselamatan dalam perjalanan.

pos 2 – pos 3

inilah ujian awal bagi kami untuk mencapai puncak Gunung Rinjani. kenapa begitu?, trek menanjak yang tidak ada landai serta udara dingin yang menjadi musuh kami. inilah ujian paling berat bagi saya pribadi, lain lagi kaki mulai keram serta suasana gelap yang mencekam, untung saja kawan kami pauzi, Syamsul, somad tidak terlalu jauh dari keberadaan saya, jadi kami bisa saling membantu, Alhamdulillah setelah kawan mengoles pres car di sebagian kaki saya, kaki lumayan bersahabat, dan siap melanjutkan perjalanan.

melewati trek menanjak nan gelap bukanlah hal yang mudah, terkadang kami sering salah arah, untung saja ada kawan kami M. pauzi, dia pernah muncak Rinjani sebelum nya, karna itulah dia kami angkat menjadi ketua dan petunjuk jalan. intinya setiap perjalanan jangan terlepas dari rombongan, agar disaat kita mendapat musibah bisa mendapatkan pertolongan. sampai pos 3 kami mendirikan tenda untuk merenggangkan kaki sejenak. Pos 3 ada di ketinggian 1.800 mdpl dengan waktu tempuh 1 setengah jam. Disinilah kami mendapatkan banyak pelajaran, betapa indahnya arti perjalanan, yang membuat negara rindu mulai berdatangan, entah rindu dengan keluarga ataupun dengan sidia.

 

dan di pos 3 juga banyak hal yang mengesankan, diantaranya, kami pernah hampir untuk berantam, dimana kami dimarahi oleh porter dan gaet yang ada disamping tenda kami, karna keributan kami yang menganggu mereka dan tamu yang mereka bawa sampai larut malam, namun karna kami merasa bersalah, kami hanya bisa meminta maaf, tanpa ada perlawanan. Ini kami anggap sebagai pelajaran, agar kedepannya orang disekeliling kami merasa tentram.

 

Pos 3 – Plawangan Sembalun

 

jam 5 pagi, saat bunyi alaram menegur kami untuk bangun mengerjakan shalat subuh, selesai shalat kami membagi tugas dengan kawan agar sebelum jam 8 kami sudah bergegas melakukan perjalanan, M. pauzi dan syamsul sebagai pengatur hidangan sarapan pagi, sedangkan saya dan somad bergegas mengemasi peralatan. Setelah semua barang yang kami bawa masuk ke dalam tas karir, kami menyisakan sedikit makanan ringan dan air sama-sama dua botol sebagai bekal sekaligus sarapan dalam perjalanan. Tak lupa kami melaksanakan ritual wajib untuk berdoa sebelum melanjutkan perjalanan, agar selalu diberikan kemudahan.

 

inilah Ujian paling berat bagi kami dan pendaki Gunung Rinjani lainnya, dimana perjalanan kali ini tidak ada trak yang landai sedikitpun. Saat itu sudah jam 8 pagi. Kami bergegas untuk melakukan perjalanan disana kami menjumpai trek bukit yang sangat Mainstream, dia bernama bukit penyesalan.

 

Kenapa dinamakan demikian? Puncak bukit di sini seperti menipu kami dan pendaki lainnya, sempat juga sebagian kawan kami ingin agar perjalanan tidak dilanjutkan, termasuk saya pribadi, karena ketika sampai di sana kita akan merasa tidak akan sampai-sampai, karena kita akan bertemu dengan 7 puncak bukit yang sangat terjal lain lagi cuaca panas yang penampar badan, yang membuat kami merasa putus asa ditengah perjalanan. Tapi sukur saja

kawan-kawan seperjuangan selalu menyemangati, M. pauzi, syamsul, somad, mereka adalah orang-orang yang berjasa dikala itu, yang selalu mensupport saya untuk tetap kuat melangkah.

 

dibukit penyesalan juga kami bertemu dengan kawan kampung halaman, sebut saja 4 sekawan, mereka juga mensupport untuk tetap jalan, tinggal dikit nyampe ujar mereka.

 

dan yang paling menyemangati kami secara tidak langsung adalah para Porter, mereka seperti tak punya rasa lelah. Padahal barang yang mereka bawa tidaklah sedikit. Yang lucunya Mereka membawa barang dengan cara memikulnya di bahu dan berjalan tanpa alas kaki, tidak seperti kami yang menggunakan tas karir dan beralaskan sepatu. Sebagian di antara mereka berkulit legam akibat sengatan sinar matahari. Namun, mereka terlihat enak saja berjalan, bahkan jauh di depan mendahului pendaki yang menyewa jasa mereka. karena itulah kami bersemangat melanjutkan perjalanan.

 

Plawangan Sembalun

 

Plawangan Sembalun adalah pos terakhir Gunung Rinjani. Alhamdulillah setelah sampai Plawangan Sembalun kami disuguhkan dengan ciptaan Tuhan yang sangat indah yang membuat mata tidak henti-henti memandangnya, yaitu kaldera yang sangat besar, air dau yang mengelilingi gunung kecil yang biasa disapa gunung baru jari, dan danau itu disebut? danau segara anak. Rasa lelahpun hilang dalam sekejap mata setelah melihat ciptaan Tuhan yang tiada tara. disana kami berada diketinggian 2.639 mdpl dengan waktu tempuh 5 jam dari Pos 3.

 

setelah memandang ciptaannya, kami ditegur lagi oleh alaram jam 12:00 yang menandakan masuknya waktu Zuhur, namun rasa malas karena lelah menghampiri kami, tapi Alhamdulillah kami teringat dengan pesan guru besar kami yakni TGH. M. Ruslan Zain. “Mb-Mb pang hamaq, dendek hama kelupak singin sembayang” (dimana-manapun kalian berada, jangan kalian lupa yang namanya shalat). teringat pesan beliau, kami merasa tertegur, dan kami langsung bergegas membuat tenda untuk tempat ibadah sekaligus tempat peristirahatan.

 

selesai satu persatu mendirikan shalat, kami sejenak mengganjal perut sebelum beristirahat. Diatas pelawangan Sembalun sungguh banyak mengisahkan canda tawa serta kesedihan, dimana saat bersamaan diatas pelawangan kami ditegur oleh segerombolan Porter dan petugas yang membawa jenazah pulang, almarhum tersebut dari lombok utara dan luar daerah, kami mendapat informasi bahwa jenazah tersebut meninggal karna hipotermia, sangat kedinginan ketika diatas puncak, kami merasa tertegur untuk lebih berhati-hati diatas. kami juga terbayang apakah kami juga akan bernasip sama seperti mereka, Nauzubillahiminzalik. kami sejenak berdo’a semoga almarhum diterima disisinya, dan semoga kami dapat pulang dengan keadaan selamat.

 

setelah dihampiri oleh rasa kesedihan, kami juga di hibur oleh Allah SWT dengan rasa kesenangan, yakni dengan menikmati senja serta melihat danau segara anak yang mengelilingi gunung Baru jari, serasa di negeri diatas awan. sembari menunggu waktu Magrib kami ditemani secangkir kopi hangat sambil merenungi ciptaan tuhan, tidak ada kata yang terucap selain ungkapan rasa syukur, karna tidak mau terlewatkan kami berfoto-foto bersama kawan-kawan agar setelah pulang ada buah tangan yang kami kenang dari Rinjani.

 

di pelewangan kami beristirahat selama satu hari, karna untuk trakking ke puncak tertinggi gunung Rinjani kita perlu butuh istirahat yang cukup jika ingin melakukan pendakian, namun sebelum itu, setelah berfoto-foto kami bergegas untuk mengambil persediaan air di bawah bukit Rinjani, yang lumayan memakan waktu kira-kira 1 jam perjalanan, setelah persediaan terkumpul kami bergegas naik untuk come back ke tenda, untung saja sampai atas waktu Magrib masih bersahabat, sehingga memaksa kami untuk mengerjakan shalat di dekat tenda orang.

Setelah sampai tenda, untung saja hidangan makanan sudah tersediakan, namun ingat ibadah lebih kita dahulukan. selesai mengerjakan shalat isa kami bersama makan-makan dan menghirup secangkir kopi kapal api, diiringi beberapa batang rokok sempoerna yang selalu menemani hari.

 

Plawangan Sembalun – Puncak Rinjani

 

setelah tertidur lelap selama beberapa jam, kami pun terbangun dipenghujung malam, syukur saja, saat itu jam weker bersabat dengan baik dengan kami, dengan menegur sesuai rencana yang kami sepakati, yakni kami terbangun pada jam 12 malam, menuntut kami untuk bergegas siap-siap memakai peralatan memuncak, karna menurut adat pendakian ke puncak Rinjani, trakking harus dilakukan pada jam malam hari, karna bila dilakukan pada pagi hari, ditakutkan terlalu panas sengatan sang mentari.

 

seperti kita rasakan, malam hari adalah suasana cocoknya untuk tidur, itulah yang saya rasakan ketika ingin lakukan pendakian pada malam itu, teman-teman sudah pada siap, barang-barang sudah dipacking kedalam tas carrier, ada perasaan ingin melanjutkan tidur, tapi mengingat, kapan lagi saya bisa berada di atap tertinggi pulau Lombok ini. mengingat hal tersebut saya langsung bergegas menyiapkan peralatan dan pakaian untuk trakking. Perjalan dimulai.

 

ini adalah titik terakhir menuju atap tertinggi pulau Lombok, dan ini juga sebagai perjalanan yang paling ekstrem bagi saya dan kawan-kawan. Waktu tempuh mencapai puncak memakan waktu 6-7 jam perjalanan, dimana kami akan menuju ketinggian 3.726 mdpl. Dalam perjalanan banyak suka duka yang saya temukan.

 

suka duka

 

duka menuju ketinggian 3.726 mdpl

 

disamping rasa ngantuk tetap menghampiri, jalan menuju puncak tidak ada kata ampun untuk kami, trak yang sangat terjal membuat lutut serasa hilang, lain lagi, jalan yang gelap gulita hanya ditemani lampu senter diatas kepala, serta debu tanah yang bagaikan musuh menyerang dada. Untung saja, kami sudah menyiapkan pembekalan air, beberapa botol untuk menyegarkan dahaga. kita yang mulanya bercanda dan berbincang saat berjalan, tiba-tiba dalam perjalanan kami terpisah menjadi dua rombongan, saya bersama pauzi, sedangkan somad bersama syamsul, kami merasa panik, apakah somad dan syamsul sudah melanjutkan perjalanan? atau kembali ke penginapan, tapi kami yakin, mereka sudah ada didepan, kami pun melanjutkan perjalanan.

 

setelah jam weker menunjukkan pukul 00:03 malam, kami sudah sampai setengah perjalanan, disinilah ujian terbesar saya dan pauzi datang, malam yang masih gelap tapi lampu senter tidak lagi bersahabat, kami berduapun memutuskan untuk berhenti memperbaikinya. beberapa menit diperbaiki tidak dapat menyala, sungguh sangat sial, lain lagi udara dingin yang menyerang raga. saya sempat ingin kembali ke tenda, tapi perjalanan sudah hampir mendekati ujung, rasanya seperti kata Warkop DKI Jakarta,” maju kena mundur kena”.

 

saya dihampiri rasa bimbang antara lanjut, atau kembali. saat itu saya sempat dihampiri hipotermia, karna dingin yang sangat menyerang, kaki mulai keram, jaket yang tebal tidak bisa menghalagi dingin. Syukur saja, Allah SWT memberikan insting, saya mengambil korek api dan meghangat kan bagian tubuh yang merasa beku. Pauzi terus memberi semangat “ayo haerul, tinggal dikit lagi sampai atas” dan rekan-rekan pendaki yang lain juga menyemangati dengan ucapan yang sama, setelah tubuh mulai bersahabat, keram sudah mulai hilang, saya dan pauzi memutuskan melanjutkan perjalanan.

 

perjalanan dimulai lagi. beberapa menit Liter E (jalur yang mii seperti huruf abjad E) seperti didepan mata, kami semakin semangat melangkah, tapi seketika itu kami tertegur oleh lantunan kumandang azan subuh ketika dalam perjalanan. ketika itu juga saya teringat dengan kata-kata guru-guru dan orang tua saya, “dimanapun kamu berada jangan sampai meninggal kan shalat, karna shalat adalah tiang agama”. saat itu rasa haru menghampiri, air mata rasanya tak sanggup mendengar lantunan adzan yang sangat merdu itu masi ada seorang yang mengumandangkan nya diatas puncak tertinggi rinjani, jujur saya sangat salut dengan sang muazzin dan orang yang mau menjaga shalat nya. walaupun rasa dingin yang menghampiri mereka, selesai sholat kami melanjutkan perjalanan.

 

suka menuju ketinggian 3.726 mdplsuka menuju ketinggian 3.726 mdpl

 

setelah penulis berbagi kesedihan, kini sekarang saatnya membagi kegembiraan. Setelah matahari membuka sedikit matanya, sunrais demi sedikit menapakkan dirinya dari ujung timur, danau segara anak dan anak gunung baru jari menampakkan kegagahannya kembali, ketika itu, saya dan pauzi menyisakan tinggal 20 menit untuk melawati tanjakan liter E. saat itu kawan kami somad dan syamsul sudah menikmati jelang-jelang timbulnya sunrais

 

Rusaknya lampu senter serta tidak bersahabatnya badan, membuat kami jauh ketinggalan, tapi tidak mengapa, karna perinsip saya dan pauzi intinya bisa sampai tujuan. Ketika lima menit akan sampai, tiba-tiba ada suara teriakan, eee tau-tau, itu suara nya somad sama syamsul, teriakannya terdengar seperti orang  bahagia  sekali diatas, teriakannya pakek nyebut nama kami segala “haerul, pauzi, cepat, pemandangannya wonderful sekali” benar saja, sampai atas tidak ada lagi kata yang bisa terucap dari bibir kami, rasanya seperti tidak percaya kalo saya sedang berada diatas ketinggian 3.726 mdpl yakni atap tertinggi pulau Lombok, punjak gunung Rinjani yang selama itu hanya bisa saya lihat dari kejauhan, hanya bisa saya angan-angani, ternyata pada tahun 2018 bisa kami dak

 

Tidak ada lagi kata yang bisa terucap, selain rasa syukur atas segala nikmat tuhan yang kami tatap. Sungguh banyak pelajaran yang kami dapatkan ketika diatas Rinjani, diri ini yang merasa sombong, merasa paling tinggi, ketika metap kebawah, bagaikan debu yang berterbangan dibandingkan dengan ciptaan Allah SWT yang terhampar luas, lautan yang mengelilingi pulau Lombok, bukit yang berderetan, rumah bagaikan tanda titik, kita paling kecil diantara mereka, kalo sama hasil ciptaan saja kita paling kerdil, lalu apa yang musti kita sombongkan dihadapan sang semest

 

karena takut terlewatkan momentum, kami menghabiskan waktu berfoto dengan kawan-kawan diatas, kami pikir, “kapan lagi kami akan menginjak kaki di puncak tertinggi pulau Lombok ini”. Tidak ada yang namanya musuh, semuanya menjadi saudara, baik dari luar daerah lombok, bahkan sampai mancanegara. Kami juga lama berbincang dengan mereka, perihal kenapa mereka muncak di Rinjani, sedangkan di Indonesia banyak gunung yang lain seperti, Puncak Jaya di Provinsi Papua, Gunung Kerinci di Provinsi Jambi, Gunung Semeru di Provinsi Jawa Timur, Gunung Slame di Provinsi Jawa Tengah dan banyak lagi gunung lainnya di Indonesi

 

setelah merasa puas dengan segala keindahan dari atas rinjani,  jarum jam  bergeser ke pukul 00:07 rasanya matahari sudah memancarkan triknya, memaksa kami untuk cepat turun menuju ke perkemahan di pelawangan. dari puncak menuju pelawangan Sembalun memakan waktu turun kira-kira dua jam’an. karna untuk turun bisa degan cara berlari tanpa menanjak seperti saat memunca

 

sampai pelawangan rasanya tidak pantas untuk masuk ke dalam tenda, memaksa kami  untuk membersihkan diri ke mata air di bawah kaki pelawangan Rinjani. Syukur saja sampai sana panggilan azan Zuhur pun menyapa. sehingga memaksa kami shalat disana. Karna ingat saudara, perjalan kita menuju Rinjani ataupun ketempat lainnya, bukan hanya semata-mata untuk melihat keindahan alam, tapi lebih dari itu, dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT bagaimanapun terjalnya meda

 

banyak sekali suka duka yang kami dapatkan dari atap tertinggi pulau Lombok ini, jangan sampai terlewatkan, tunggu kelanjutan cerita part duanya menuju Danau Segara Ana

 

semoga bermanfaat

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *