
Ada “Menara Eifel” di Wisata Denda Seruni Mumbul: budaya lokal semakin tergerus
Beberapa hari terakhir, nama desa Seruni Mumbul santar terdengar di masyarakat Lombok. Hal ini terkait dengan bencana banjir bandang yang menggenangi wilayah yang merupakan desa pemekaran dari Labuhan Lombok tersebut. Banjir yang diakibatkan intensitas hujan deras akhir-akhir ini di wilayah Lombok Timur, membuat aktivitas warga menjadi terkendala dan terpaksa diungsikan. Tidak terkecuali objek wisata yang sedang ‘viral’ di desa tersebut yaitu wisata Denda Seruni Mumbul, wisata tersebut merupakan wisata air yang merupakan hasil rekayasa rawa-rawa dan dimanfaatkan oleh pihak desa melalui dana Bumdes.
Berbicara tentang objek wisata yang instagramable dengan banyaknya spot foto tersebut, ada satu hal yang menarik. Di mana munculnya reflika menara “eifel” di objek wisata yang terbentang 1,5 hektar tersebut. Menara Eifel itu terbuat dari bambu, sehingga dinamakam dengan menara “ampel” yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai menara bambu. Semua sepakat bahwa Menara Eifel merupakan salah satu landmark terpopuler di dunia yang ada di paris, Perancis. Bahkan Menara Eifel sempat masuk ke dalam tujuh keajaiban dunia versi Unesco bersama Candi Borobudur yang ada di Magelang, Jawa Tengah.
Selain sebagai penambah daya tarik, keberadaan menara “eifel” di sebuah objek wisata yang berada jauh dari perkotaan dan masyarakatnya masih menjalani kehidupan tradisional yang kental nampaknya membuktikan bahwa “westernisasi” sudah memasuki kampung-kampung pelosok. Ini seharusnya menjadi pertimbangan bagi budayawan setempat untuk merawat budaya lokal. Mengapa penulis sampai demikian mengkritisi kemunculan menara “eifel” tersebut?, sebab ini akan menjadi awal mula kehilangan kesadaran terhadap budaya sendiri, kemudian tergantikan oleh budaya (orang lain) barat.
Menara “eifel” milik desa Seruni Mumbul hanya contoh kecil dari proses akulturasi budaya barat ke dalam dalam masyarakat kita. Masih banyak objek wisata lainnya yang menampilkan ikon dunia yang notabenenya dari belahan dunia barat. Seharusnya objek wisata selain memberikan spot bersantai dan berfoto, juga dapat mengedukasi. Inilah jarang yang kita temui dewasa ini, sebuah objek wisata yang memberikan edukasi kepada pengunjung. Bahkan wisata semacam Museum dan Galeri nampak lengang dibandingkan wisata pantai atau spot-spot foto.
Sebagai tindak lanjut, hendaklah sebuah objek wisata menampilkan ikon lokal, misalnya di Lombok sendiri ada Putri Mandalika, Gendang Beleq, Peresean, dll. Dengan demikian orang-orang yang datang ke tempat wisata tidak hanya datang kemudian pulang hanya membawa foto, namun setidaknya memberikan pengetahuan.