
Rumah Kenangan
Disebuah desa terpencil yang terletak di bagian Utara Papua ada sebuah rumah sederhana yang terbuat dari anyaman bambu, beralaskan tanah dan atapnya menggunakan genteng zaman dulu yang kini sudah rusak dimakan usia. Rumah ini dihuni oleh satu kepala keluarga yang terdiri dari ibu bernama Laila berusia 50 tahun , bapak bernama Ujang berusia 56 tahun, 1 anak perempuan berusia 15 tahun bernama gina, dan 3 orang anak laki-laki, 1 anak laki-laki berusia 14 tahun bernama Epen, dan 2 anak laki-laki bernama Unang usia 17 tahun dan Opal berusia 25 tahun. Gina saat ini bersekolah di SMP 1 Papua, Epen juga masih bersekolah di SMP 1 Papua, Unang masih sekolah di SMA 1 Papua dan Opal selepas SMA merantau keluar Kota. Orang tua sebagai penanggung jawab keluarga memenuhi kewajibannya, ibu betugas merawat anak dirumah sedangkan ayah banting tulang pergi pagi pulang pun pagi berjualan kopi keliling.
Di rumah mereka yang sederhana itu mereka melewati hari-hari dengan kesederhanaan, walaupun rumah itu jelek bagi mereka itu tempat ternyaman untuk melepas lelah dan kenangan-kenang indah berasal dari rumah tersebut. Setiap hari di pagi hari Unang mengantar bapaknya menggunakan sepeda untuk pergi berjualan dan menyambut bapaknya di depan pintu rumah sambil tersenyum saat pulang bekerja. Unang berharap dengan berdirinya ia di depan pintu rumah dapat menghilangkan lelah yang dialami bapaknya.
Dengan keadaan rumah yang seperti itu bapak memiliki sebuah keinginan untuk membuat rumah yang baru bagi anak-anaknya. Di usianya yang 56 tahun dengan badan yang sudah tak muda lagi ia dapat mewujudkan keinginannya tersebut agar anak-anaknya bisa berteduh dengan nyaman, terik matahari yang sangat panas tak menurunkan semangatnya untuk bekerja mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membahagiakan keluarganya.
Dan tiba saat uang yang bapak kumpulkan sedikit demi sedikit terkumpul, jumlahnya bisa membuat rumah baru yang sederhanab lagi. Dibantu oleh masyarakat sekitar berkotong royong merobohkan rumah tersebut. Bapak, Unang, dan Epen bekerja membuat rumah bersama-sama sedangkan ibu dan Gina menyiapkan makanan. Bekerja selama 1 Minggu penuh rumah itupun jadi, kegembiraan sangat terpancar di raut wajah mereka, rumah mereka yang dulu bocor kini tak bocor lagi. Setelah satu bulan berlalu kegembiraan dgn rumah baru yang mereka rasakan hilang, bapak yang mereka sangat sayangi terlebih dahulu dipanggil Tuhan yang maha kuasa. Di rumah yang penuh dengan kegembiraan yang mereka rasakan berubah seketika menjadi rumah duka yang didatangi orang-orang untuk bersimpati dengan keadaan tersebut. Unang sangat terpukul atas apa yang terjadi dan Opal tak menyangka bapaknya pergi secepat ini, ia sangat terpukul karna tak dapat pulang untuk sembari melihat ayahnya yang terakhir kali.