Kebakaran Hutan dan Dampaknya Bagi Manusia
Ketika orang-orang yang beraktivitas di perkotaan saat mengalami pencemaran atau polusi udara yang berasal dari berbagai polutan termasuk asap kendaraan bermotor, sudah ramai-ramai protes.
Bayangkan kondisi di beberapa daerah lainnya, ada ribuan keluarga harus hidup dalam kondisi udara yang 5 kali lipat lebih berbahaya dari indeks standar pencemaran udara yang ditetapkan oleh Pemerintah. Semua ini terjadi akibat kabut asap dampak dari kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia di tahun 2019 ini sepertinya tak kunjung padam dan dampaknya kian meluas. Hingga begitu banyak bertebaran foto-foto yang jadi viral tentang kondisi parahnya kabut asap yang melanda beberapa wilayah di Kalimantan dan Sumatera.
Salah satunya adalah @kyungsoomyeon yang mengunggah di akun twitternya berupa foto papan Indeks Standar Pencemaran Udara ISPU di Kota Pekanbaru yang menunjukkan tulisan “Tinggalkan Riau!!”. Hal ini memperlihatkan bahwa kualitas udara di wilayah yang terkena kabut asap dari kebakaran hutan sudah tidak layak lagi untuk dihirup.
Memang tidak salah jika akibat kebakaran hutan, kabut asap dirasakan sangat pekat menaungi Riau, pasalnya pada Jumat, (13/9/2019) pagi, wilayah Senapelan, Kota Pekanbaru Riau, kualitas udaranya sudah mencapai angka 539 atau sangat beracun!.
Lalu di wilayah KLHK, Kota Jambi, angka kualitas udaranya mencapai 347 atau juga sudah dianggap bisa beracun bagi tubuh. Sementara itu, di Pontiudar, Pontianak, Kalimantan Barat, kualitas udaranya sudah mencapai angka 377.
Kebakaran hutan makin meluas
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia dalam kurun Januari hingga awal September 2019 tercatat mencapai luas 328.724 hektare (Ha).
Dari tiga ratus ribu hektare lebih luas kebakaran hutan, 27 persennya adalah lahan gambut dan sisanya adalah tanah mineral. Ini artinya, jika dibandingkan dengan lapangan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta yang luasnya 80 Ha, area karhutla itu kira-kira sudah 4.100 kali lipat lebih besar.
Sedangkan Januari-Juli 2019 luas area kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia tercatat 42.740 Ha. Kira-kira, itu setara dengan 530 kali luas lapangan Monas. Namun, dalam satu bulan belakangan, luas kebakaran hutan meningkat drastis sampai sekitar tiga kali lipatnya, yakni menjadi 135 ribu hektare pada awal Agustus 2019 atau setara 1.687 kali luas lapangan Monas.
Dikutip dari metroriau.com, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Masyarakat, BNPB, Agus Wibowo, menjelaskan, secara keseluruhan kebakaran di lahan mineral masih paling luas yakni mencapai 239.161 Ha, sedangkan di lahan gambut mencapai 89.563 Ha.
Kebakaran di Riau paling banyak terjadi di lahan gambut mencapai 40.553 Ha, dan tanah mineral 8.713 Hektare. Sedangkan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) justru kebalikannya, lahan yang paling luas terjadi kebakaran adalah di tanah mineral, luasnya mencapai 108.368 Ha.
Selain itu, Karhutla Monitoring System, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga mendata dari 34 provinsi di Indonesia, hanya ada dua provinsi yang bebas dari kebakaran hutan tahun ini, Banten dan DKI Jakarta. Sementara, ada 5 provinsi yang mengalami karhulta dengan kebakaran hutan terluas, yaitu:
- Nusa Tenggara Timur: 108.368 Hektare
- Riau: 49.266 Hektare
- Kalimantan Tengah: 44.769 Hektare
- Kalimantan Barat: 25.900 Hektare
- Sumatera Selatan: 11.826 Hektare
Hingga, Minggu (15/9/2019) pukul 16.00 WIB, berdasarkan data BNPB, ada 2.862 titik panas di seluruh Indonesia. Untuk wilayah Kalimantan, Kalimantan Tengah memiliki jumlah titik api (hotspot) yang terbanyak, yaitu sebanyak 954 titik, Kalimantan Barat 527 titik api, dan Kalimantan Selatan 119 titik api.
Selain data dari BNPB, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga mengeluarkan data terkait kabut asap di Sumatera dan Kalimantan. Untuk di Kalimantan, asap terdeteksi di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Terpantau pula asap di Semenanjung Malaysia, Serawak Malaysia, dan Singapura. Sementara itu, arah angin di Sumatera dan Kalimantan umumnya berhembus Tenggara-Barat Daya ke Barat Laut-Timur Laut.
Dampaknya bagi kesehatan
Kebakaran hutan tak hanya berdampak pada rusaknya ekosistem flora dan fauna, tapi kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan juga mengancam kesehatan bahkan bisa jadi nyawa warga.
Pakar kesehatan menyebutkan kabut asap memiliki kandungan berbahaya seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur oksida (SOx), serta senyawa organik volatil atau senyawa yang mudah menguap (Volatile organic compounds – VOC).
Selain itu, terdapat partikel yang berisi debu dan pasir yang bisa mengiritasi saluran pernapasan. Bahkan beberapa penelitian menemukan bahwa efek kabut asap pada manusia bisa berlangsung lama.
Berikut dampak kabut asap bagi kesehatan seperti dikutip dari laman depkes.go.id:
Kesulitan bernapas
Jika kita berada di dekat asap pembakaran, tentu akan merasakan sensasi tidak nyaman dan sulit bernapas, bukan? Hal inilah yang juga dirasakan masyarakat yang terpapar kabut asap dalam beberapa bulan terakhir. Dampak ini bahkan bisa menjadi semakin parah jika kita beraktivitas di luar ruangan.
Pakar kesehatan menyebut sering menghirup kabut asap dalam jangka panjang bisa memicu infeksi paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis, hingga menyebabkan kanker paru yang mematikan!
Mengiritasi tenggorokan
Paparan asap terus-menerus akan membuat tenggorokan mengalami iritasi. Hal ini akan menyebabkan gejala berupa batuk-batuk. Masalahnya adalah jika paparan asap ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka iritasi bisa menjadi semakin parah dan akhirnya memicu gangguan pernapasan yang lebih buruk.
Kondisi penyakit paru semakin parah
Bagi orang-orang yang sudah mengidap masalah paru-paru sebelumnya, paparan kabut asap bisa membuat masalah kesehatan yang diderita menjadi semakin parah. Misalnya, pada penderita asma akan lebih sering mengalami gejala sesak napas.
Berdasarkan sebuah penelitian, disebutkan bahwa paparan kabut asap meningkatkan jumlah kedatangan pasien yang menderita masalah asma dan penyakit paru obstruktif kronis dengan signifikan.
Membahayakan jantung
Dampak dari kabut asap tak hanya akan menyerang organ pernapasan. Realitanya, partikel-partikel berbahaya dari asap akan memasuki aliran darah dan menyebabkan dampak buruk bagi kondisi pembuluh darah dan jantung. Hal ini disebabkan oleh partikel asap yang ukurannya sangat kecil sehingga bisa menyebabkan dampak kesehatan yang sangat parah.
Paparan kabut asap terus-menerus dalam waktu yang lama, terbukti mampu meningkatkan risiko terkena penyakit jantung koroner dan aterosklerosis, penyebab utama dari stroke dan serangan jantung yang mematikan.
Membahayakan mata
Mata juga bisa mendapatkan dampak buruk dari paparan kabut asap. Hal ini disebabkan oleh partikel asap yang bisa mengiritasi mata. Masyarakat di wilayah kabut asap diminta untuk memakai obat tetes mata demi mencegah dampak buruk dari hal ini.
Ingatlah, ekosistem hutan yang begitu luas bermanfaat sebagai aspek biosfer bumi. Biosfer adalah sistem ekologis global yang menyatukan seluruh makhluk hidup dan hubungan antarmereka, termasuk interaksinya dengan unsur litosfer (batuan), hidrosfer (air), dan atmosfer (udara) Bumi.
Keberadaan hutan sangatlah penting bagi keberlangsungan hidup manusia karena salah satu manfaat terpenting hutan adalah dapat mengatur dan menstabilkan iklim yang ada, baik secara mikro maupun makro. Jika hutan hilang dari muka Bumi maka akan mempengaruhi perubahan iklim dunia yang berpengaruh pada kehidupan manusia, flora maupun fauna yang ada di muka Bumi.