Menghakimi Dengan Landasan Opini
Dalam kehidupan sosial, beropini atau berpendapat adalah suatu kebebasan bagi setiap orang. Akan tetapi, dalam menyampaikan suatu pendapat kita harus melihat situasi dan kondisi yang ada. Karena tidak semua hal didunia ini harus diopinikan atau dikomentari. Miasalnya, menghakimi atau menilai buruknya seseorang hanya berlandaskan pada opini atau pemikiran sendiri. Padahal realita kehidupan seseorang belum tentu sama/bahkan tidak sama dengan apa yang dipikirakan. Hal ini sering kali terjadi dikalangan masyarakat yang mengecap baik/buruknya seseorang hanya karena melihat dari satu objek. Misalnya, mengatakan bahwa “Dia buruk karena berpacaran” dan landasannya dalam mengatakan hal tersebut adalah karena pemikiran atau pendapatnya sendiri yang didapat melalui sisi dunia yang lain atau dunia maya. Padahal belum tentu orang yang dituduh buruk tersebut melakukan hal-hal aneh seperti yang ada dipikirannya. Memang disisi dunia lain banyak kita melihat orang-orang yang menyalahgunakan kata pacaran, namun bukan berarti semua orang yang menggunakan istilah pacaran melakukan perbuatan yang sama. Jadi, jangan sampai kita menilai buruk seseorang dengan melihat dari sisi kehidupan orang yang lainnya. Karena kkehidupan satu orang dengan orang yang lain tidak mungkin sama
Dalam beropini atau menilai sesuatu, janganlah hanya berpaku pada teks saja, melainkan harus menelaah dengan jelas dan pasti bagaimana perbuatan yang dilakukan dibalik kata tersebut. Contoh ; Ketika kita mendengar kata mengaji tentu yang terlintas dipikiran kita adalah sesuatu perbuatan yang sangat mulia. Namun, apabila ada seseorang yang mengatakan dirinya hendak pergi mengaji, akan tetapi sesampainya di majlis tersebut yang dilakukan adalah begibah, gosip, atau memfitnah orang lain, apakah kata mengaji yang dilakukan oleh orang tersebut tetap termasuk perbuatan mulia kalau diisi dengan perbuatan yang tidak baik? Padahal yang seharusnya dilakukan adalah mengaji dengan penuh kekhusyukan dan kesungguhan hati agar memperoleh ilmu yang barokah. Hal ini bukan berarti penulis menganggap bahwa mengaji bukanlah perbuatan mulia. Melainkan hanya sekedar menjelaskan bahwa jangan menilai sesuatu dari teksnya saja, akan tetapi perlu kita melihat bagaimana perbuatan yang dilakukan dibalik kata tersebut. Begitu pula ketika kita mendengar kata pacaran, banyak orang yang memikirkan hal-hal buruk karena memang pada zaman sekarang banyak muda-mudi yang menyalahgunakan kata pacaran. Ketika kita mendengar kata pacaran, maka jangan langsung kita mengecap buruk orang yang menggunakan istilah tersebut, karena kita tidak tahu perbuatan apa yang dilakukan dibalik kata tersebut, apakah baik atau buruk. Hal ini bukan berarti penulis mengatakan bahwa pacaran adalah suatu hal yang baik, akan tetapi perlu kita melihat bagaimana konteks perbuatan yang dilakukan. Jadi, gunakanlah opini pada tempatnya, misalnya untuk menyampaikan ide atau gagasan untuk menyelesaikan persoalan, bukan untuk menghakimi orang lain hanya karena memiliki kebebasan dalam beropini.
Contoh lainnya adalah menganggap orang lain salah atau sesat hanya karena tidak mengikuti pendapat kita atau pemikiran kita. Dilingkungan sosial sering kali kita temukan pihak-pihak yang tidak saling menerima atau tidak saling menghargai pendapat satu sama lain. Atau dalam hal kepercayaan, menyalahkan atau menghakimi seseorang hanya karena tidak sesuai dengan kepercayaan kita. Jadi, hal-hal seperti itu perlu dihindari agar hubungan sosial antar sesama tetap terjalin dengan baik. Sehingga kita akan terhindar dari prilaku menyalahkan orang lain atau menuduh orang lain tanpa mengetahui realita kehidupan seseorang. (Siti Rozika/IAT/III)