Persebaran Syiah di indonesia
Syi’ah adalah paham keagamaan yang menyandarkan pada pendapat Sayyidina Ali dan keturunannya yang muncul sejak awal pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Dalam buku Ali Bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husain Syiah bertanggapan bahwa :
Sayyidina Ali lah yang berhak menjadi pemimpin setelah Nabi bukan yang lain
Kecintaan orang Syiah terhadap Ali bisa di bilang terlalu fanatik, karna inilah mereka di nilai menyesatkan. Syiah berkembang menjadi puluhan sekte-sekte karena perubahan paham dan pandangan dalam mengangkat sosok imam.
Pada umumnya persebaran Syiah di Indonesia sudah berlangsung di permulaan Islam datang ke Nusantara. Dalam buku kang Jalil : visi media, politik dan pendidikan, menurut Jalaluddin Rahmat perkembangan Syiah 4 periodesasi
1. Gelombang pertama syiah dengan masuknya Islam di Indonesia
Syiah sudah masuk ke Indonesia mulai masa awal masuknya Islam di Indonesia yaitu melalui para penyebar Islam pertama dari orang-orang Persia yang tinggal di Gujarat. Syiah pertama kali datang ke Aceh raja pertama kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh (murah Silu) yang mana memeluk Islam versi Syiah dengan memakai gelar MALIKUL SALEH. akan tetapi pada zaman Sultan Tsani kekuasaan kerajaan Aceh di pegang oleh ulama Ahlu Sunnah (Sunni) sehingga sejak saat itu kelompok Syiah tidak lagi menampakkan dirinya mereka memilih berdakwah secara Taqiyah.
Pada tahap awal penyebaran Syiah perkembangan Syiah tidak banyak mengalami benturan dengan kelompok lain. Karna pola dakwah yang dilakukan Syiah menggunakan prinsip Taqiyah. Prinsip Taqiyah digunakan untuk menghindari tekanan dari pihak penguasa.
Selama periode pertama, hubungan antara Sunni dan Syiah di Indonesia pada umumnya sangat baik dan dan sangat bersahabat. Tidak seperti yang terjadi pada negara lain seperti misalnya Pakistan, Irak atau Arab Saudi. Meskipu demikian pernah terjadi insiden seperti di bunuhnya Hamzah Fansuri karna di tuduh menyebarkan faham wahdut Al-wujud.
2. Gelombang kedua pasca meletusnya Revolusi Iran 1979
Setalah Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979 ketika orang Syiah mendadak punya negara yaitu negara Iran. sejak kemenangan Syiah pada Revolusi muncul simpati yang besar dikalangan aktivis muda Islam di berbagai kota terhadap Syiah. Figur Ayatullah Khomeini menjadi idola dikalangan aktivis pemuda Islam. Naiknya Popularitas Syiah itu membuat khawatir dan was-was negeri yang selama ini menjadi musuh bebuyutan Iran, yakni Arab Saudi. Melalui lembaga-lembaga pembentukan pemerintah, Saudi Arabia melakukan upaya untuk menangkal perkembangan Syiah. Termasuk penyebarannya di Indonesia. Sejumlah buku yang anti Syiah di terbitkan baik dari kalangan sarjana klasik seperti Ibnu Taimiah atau pengarang modern seperti Ihsan Ilahi Zahir seorang propaganda anti Syiah yang berasal dari Pakistan.
Reaksi terhadap perkembangan Syiah di Indonesia di tunjukkan melalui penyebaran isu negatif dari berbagai buku yang berisi informasi Syiah atau paling tidak menunjukkan sikap penolakan terhadap Syiah. Meski telah begitu banyak buku-buku di terbitkan untuk menghadang faham syiah, kekhawatiran masuknya Syiah tidak juga surut akan tetapi upaya-upaya untuk membendung perkembangan Syiah itu tidak membuahkan hasil apa-apa. Ketertarikan masyarakat kepada Syiah semakin kuat, hal ini di buktikan dengan semakin terus terangnya gangguan-gangguan Syiah menunjukkan eksistensinya dengan mendirikan lembaga pendidikan berhaluan Syiah. Seiring dengan bergulirnya era Reformasi gelombang perkembangan Syiah di Indonesia memasuki fase atau gelombang ketiga.
3. Gelombang ketiga Intelektual Islam Indonesia yang belajar di negeri Iran
Menurut Jalaluddin Rahmat, penyebaran Syiah di Indonesia pada fase ketiga di dorong oleh peminat pengagum Syiah secara falsafi ke arah pemahaman fiqih. Fase ketiga ini di Motori olah para Habaib (keturunan Nabi) bukan orang-orang Syiah yang pernah mengenyam pendidikan di negara Iran. Karena pemahaman Syiah sudah masuk ke ranah ke ilmuan fiqih maka pada tahap ini benih-benih konflik sudah mulai tumbuh secara terbuka. Era Reformasi sebagai era keterbukaan, membawa perubahan besar pada prinsip-prinsip dakwah kelompok Syiah. Syiah tidak lagi tersembunyi dalam doktrin Taqiyah di berbagai daerah. Kelompok Syiah secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya kepada publik melalui perayaan hari besar Syiah. Seperti peringatan Tragedi karbala (asyuro) hari Harbain, Yaum Al-Quds dan hari-hari Al-ghadir (perayaan pengangkatan sayyidina Ali sebagai imam pertama)
4. Gelombang keempat tahap keterbukaan melalui organisasi (IJABI) organisasi Jama’ah Ahlul Bait Indonesia
Syiah memasuki gelombang keempat yaitu ketika orang Syiah mulai membentuk ikatan jamaah Ahlu Bait Indonesia (IJABI) yaitu berdiri pada 1 Juli pada tahun 2000. Sehingga secara terbuka Syiah eksistensinya semakin diakui oleh sebagian masyarakat Indonesia. Perkembangan Syiah secara terbuka ini di dorong oleh semangat keterbukaan dan pluralisme sebagai buah dari semangat Reformasi. Dengan semakin meningkatnya penganut yang mengamalkan ajaran Syiah, maka tingkat ketegangan kelompok Sunni dengan Syiah semakin meningkat.
Jika di telusuri lebih mendalam lagi bahwa persebaran Syiah di Indonesia yang sudah berlangsung permulaan Islam datang ke Nusantara telah banyak sekali memberikan warna keagamaan di Indonesia. Banyak sekali situs Islam di Indonesia yang terindentifikasi terpengaruh dari ajaran Syiah.
Ritual dan tradisi Syiah mempunyai pengaruh yang mendalam di kalangan komunitas Islam di Indonesia bukan saja di kalangan Syi’ah sendiri akan tetapi juga di kalangan Sunni.
Infiltrasi Syiah dalam penyebaran Islam di Indonesia tampak jelas pada masyarakat NU (Nahdlatul ulama) sebagai reprentasi kelompok Ahlusunnah, bahkan pengaruh tradisi Syiah pun cukup kuat di dalamnya. K. H. Dr. Said Aqil Siraj sebagai ketua PBNU secara terang-terangan mengatakan bahwa:
“Kebiasaan Barzanji dan Dibai’i (maulid Nabi) adalah berasal dari Syiah”
Dan bahkan KH Abdurrahman Wahid pernah mengatakan bahwa:
“Nahdlatul ulama (NU) secara kultural adalah Syiah atau bisa dikatakan Syiah tanpa imamah”
Syiah memiliki kompleksitas masalah dengan latar belakang sosial yang rumit, tidak semata-mata lahir dari perbedaan ideologi. Oleh karena itu, penulis tidak dimaksudkan mencari persoalan Syiah di Indonesia akan tetapi hanya memberikan sedikit penyebaran Syiah di Indonesia.
#ujian semester
Referensi
Shi : Ita History and Development in Indonesia
Syiah di Indonesia : antara mitos dan Realitas
Ali bin Abi Abi Thalib, sampai kepada Hasan dan husain
Catatan kang Jalil : visi media politik dan pendidikan