6 mins read

Agama Dan Perkembangannya

AGAMA DAN PERKEMBANGANNYA
Agama adalah sistem yang mengatur kepercayaan dan perbadatan kepada Tuhan yang mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Banyak agama agama memiliki mitologi, symbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup yang menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta.
Dalam sejarah perjalanannya, ada agama yang bersifat primitif dan ada pula yang dianut olrh masyarakat yang telah meninggalkan fase keprimitifan itu. Adapun agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif ialah, dinamisme, animisme, dan polititisme.
Agama Dinamisme adalah agama yang didalamnya mengandung kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan gaib. Didalam kepercayaan ini, ada benda-benda terttentu yang memiliki kekuatan gaib yang dapat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Benda yang mempunya kekuatan gaib baik akan disenangi, dipakai, dan dimakan agar orang yang memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang terdapat di dalamnya. Sebaliknya, benda yang mempunyai kekuatan gaib jahat ditakuti manusia sehingga harus dijauhi.
Kekuatan gaib itu tidak pula mengambil tempat yang tepat, tetapi berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Lebih lanjut , kekuatan gaib itu tidak dapat dlihat sebab yang dapat dilihat hanyalah efek atau bekas dan pengaruhnya. Misalnya, dalam bentuk kesuburan bagi sebidang tanah, kerindangan buah bagi sebuah pohon, panjang umur bagi seseorang, keberanian luar biasa bagai seorang pahlawan perang, kekuatan luar biasa bagi seseorang, keberanian luar biasa bagi seekor binatang, dan sebagainhya, Kalau efek_efek teraebut telah hilang dar tanah atau pohon ataupun dari selainnya, benda yang dianggap membawa kesuburan, umur panjang, dan sebagainya itu, telah kehilangan kekuatan gaibnya. Benda itu pun tidak dihargai lagi.
Dalam bahasa ilmiah, kekuatan gaib itu disebut mana dan dalam bahasa Indonesia disebut tuah atau sakti. Dalam masyarakat kita, orang masih menghargai barang_barang yang dianggap bersakti dan bertuah, seperti keris,batu cincin,dan lain_lain. Dengan memakai benda serupa ini, orang menganggap dirinya akan terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana, dan kekuatan gaib itulah yang dianggap memelihara manusia dari hal-hal tersebut diatas. Dalam faham agama dinamisme ,semakin bertambah mana yang diperoleh seseorang, semakin bertambah jauh dari bahaya dan bertambah selamat hidupnya. Kehilangan mana berarti maut. Oleh karena itu , tujuan beragama disini ialah mengumpulkan mana sebanyak mungkin.
Dalam masyarakat primitif terdapat dukun dan ahli sihr, dan mereka inilah yang dianggap dapat mengontrol dan menguasai mana yang beragam itu. Mereka dianggap dapat membuat mana dan menggambil di benda-benda yang telah mereka tentukan, biasanya benda-benda kecil yang mudah dikaitkan ke anggota badan dan mudah dapat dibawa ke mana-mana. Benda-benda serupa ini disebut fetish. Dengan jalan demikian, seorang anggota masyarakat primtif dapat memperoleh mana yang diperlukan untuk memelihara keselamatan dirinya dari bahaya-bahaya yang selalu mengancam hidup manusia.
Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun tidak bernyawa,mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primtif belum mengambil bentuk roh dalam faham masyarakat yang lebih maju. Bagi masyarakat primtif, roh masih tersusun dari materi yang halus sekali yang dekat menyerupai uap atau udara.Roh bagi mereka mempunyai rupa, umpamanya berkaki dan bertangan yang pangjang-panjang, mempunyai umur dan memerlukan makanan. Mereka mempunyai tingkah laku manusia, umpamanya pergi berburu, menari,dan bernyanyi. Terkadang, roh dapat dilihat, sungguhpun ia tersusun dari materi yang halus sekali. Roh dari benda-benda yang menimbulkan perasaan dahsyat seperti hutan yang lebat, danau yang dalam,sungai yang arusnya deras, pohon besar lagi rindang daunnya, gua yang gelap, dan sebagainya. Itulah yang dihormati dan ditakuti. Kepada roh-roh serupa ini diberi sesajen untuk menyenangkan hati mereka. Sesajen ini dalam bentuk binatang,makanan,kembang,dan sebagainya. Roh nenek moyang juga menjadi objek yang ditakuti dan dihormati.
Tujuan beragama di sini ialah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka. Membuat mereka marah harus dijauhi. Sebab, kemarahan roh-roh itu akan menimbulkan bahaya dan malapetaka. Yang dapat mengontrol roh-roh itu, sebagaimana halnya dalam agama dinamisme ialah dukun atau ahli sihir. Dalam masyarakat kita, percaya pada roh, sebagaimana halnya dengan kepercayaan pada mana, masih kita jumpai.Pemberian sesajen, selamatan yang masih banyak juga dilakukan,kepercayaan kepada” orang halus” , dan lain-lain, semua ini adalah peninggalan dari kepercayaan animisme masyarakat kita pada zaman yang silam.
Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Demikianlah, ada dewa yang bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir Kuno disebut Ra, dalam agama India Kuno disebut Surya, dan dalam agama Persia Kuno disebut Mithra. Ada pula dewa yang tugasnya menurunkan hujan, yang diberi nama indra dalam India Kuno dan Donnar dalam agama Jerman Kuno. Selanjutnya, ada pula dewa angin yang disebut Wata dalam agama India Kuno dan wotan dalam agama Jerman kuno.
Berlaianan dengan roh-roh, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa. Oleh karena itu,tujuan hidup beragama d sini bukan hanya itu, tetapi juga menyembah dan berdo’a pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari masyarakat yang bersangkutan. Akan tetapi dalam politeisme terdapat faham pertengahan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Dewa kemarau dan dewa hujan mempunyai tugas yang bertentangan. Demikian juga, dewa musim dingin dengan dewa musim panas, dewa pembangunan dan dewa kehancuran, dan sebagainya. Kalau berdo’a, seorang politeis tidak hanya memanjatkan kepada satu dewa, tetapi juga kepada dewa lawannya. Kepada dewa hujan umpamanya, mereka meminta supaya menurunkan hujan dan kepada dewa kemarau, mereka memanjatkan do’a supaya jangan atau menghalang-halangi kerja dewa hujan.Dengan jalan demikian, masyarakat politeisme berusaha menyelamatkan diri dari bahaya-bahaya yang mengancam mereka.
Ada kalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam politeisme meninggatkan ke atas dan mendapat perhatian dan pujaan yang lebih besar daripada yang lain. Di sini, timbullah paham Dewa Tiga. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Tiga itu mengambil bentuk Brahmana,Wisnu,dan Syiwa, dalam agama Veda, yaitu Indra,Vithra,dan Varuna, dalam agama Mesir Kuno, yaitu Orisis dengan istrinya Isis dan anak mereka Herus, dan dalam agama Arab Jahiliyah,yaitu AL-Lata, Al- Uzza, dan Manatta.
Adakalanya satu dari dewa-dewa itu yang meninggat di atas segala dewa lain,seperti Zeus dalam agama Mesir Kuno. Ini belum berarti pengakuan kepada satu Tuhan, tetapi baru pada pengakuan dewa terbesar di antara dewa yang banyak.Paham ini belum meningkat pada paham honoteisme atau monoteisme, tetapi masih berada dalam tingkat politeisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *