Budaya “Tenun Ikat” Khas Desa Kembang Kerang Daya
Desa Kembang Kerang Daya merupakan salah satu desa yang terletak di Desa Kembang Kerang Kecamatan Aikmel Lombok Timur yangmerupakan salah satu desa yang menghasilkan kerajinan kain tenun. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai pedagang dan pengrajin tenun. Kerajinan kain tenun ini dapat dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian yang dapat memberikan pendapatan atau penghasilan bagi masyarakat setempat, sehingga kerajinan kain tenun sangat penting untuk dilestarikan.
Kain tenun ikat adalah kain yang ditenun dari helaian atau benang yang
sebelumnya di ikat dan di celupkan dengan teknis dasarnya menganyaman
benang lusi dan pakan. Kerajinan kain tenun ini merupakan sebuah tradisi
yang dilakukan oleh masyarakat di pulau Lombok khususnya di Desa
Kembang Kerang Daya yang disebut Tradisi bertenun.
Tradisi bertenun di Desa Kembang Kerang Daya sudah diperkenalkan
sejak dini kepada anak-anak khususnya anak perempuan yang ada di Desa
Kembang Kerang Daya, bahkan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar
anak-anak yang ada di Desa Kembang Kerang sudah pandai untuk bertenun,
ada yang diajarkan oleh ibunya terkadang pula mereka belajar secara
otodidak yakni dengan cara melihat proses pembuatan tenun yang dilakukan oleh ibu mereka. kegiatan menenun sudah menyatu dengan kesibukan
keseharian masyarakat di Desa Kemabang Kerang. Bahkan pada zaman dulu khususnya bagi para wanita diwajibkan untuk bisa bertenun dulu, baru diperbolehkan untuk menikah, dengan bisa menenun menjadi indikator seorang wanita untuk siap dan pantas dinikahi, karna begitu penting atau berharganya budaya menenun untuk melangsungkan hidup dengan hasil yang didapatkan dari penjualan kain. Sehingga orang tua dulu sering berkata ”kalau kita bisa menenun sebelum kawin seakan-akan kita membawa ladang atau sawah kerumah sang suami”.
Kebudayaan menenun telah dikenal sejak ratusan tahun bahkan mungkin dari seribu tahun, dalam membuat kain tenun biasa menggunakan alat candek (alat Tenun) dengan motif tenun gerodak (tenun polos kotak-kotak) yang digunakan sebagai sarung oleh pria saat bertamu ke rumah wanita yang disenanginya dan si pria menemani sang wanita yang menenun menikmati alunan dari candek (alat tenun). Pada zaman penjajahan jepang warga di Desa Kembang Kerang dilarang untuk Menenun, karena bagi penjajah alat tenun yang digunakan mengganggu ketenangan mereka. Hingga akhirnya warga Kembang Kerang Daya menancapkan alat candek (alat tenun) kedalam tanah supaya tidak terdengar suara penenunan oleh penjajah. Namun seiring perkembangan zaman alat candek diganti dengan alat gedogan dengan berbagai macam motif primitip, sarimenanti dan diganti dengan motif tenun ikat yang bervariasi mulai dari motif kain tenun bunga seroja, motif rebong selaparang, motif kempis kembung, motif silet, motif mata kucing, motif detak jantung, motif kembang cermin, motif mutiara dll. Dalam mengikuti perkembangan zaman tanpa melupakan motif kain zaman
dahulu dan sejarah dari nenek moyang, seperti motif rebong selaparang, Motif ini terinspirasi dari kisah Raja Selaparang yang terletak di Lombok timur, rebong selaparang melambangkan sebuah perjuangan raja
selaparang dan masyarakat selaparang untuk menjaga desa selaparang dari
serangan penjajah belanda dan bali. Motif rebong dalam kain ini diibaratkan banteng penjagaan.
Nama: FITRIA KURNAINI
Semester: VII
Jurusan: Manajemen pendidikan Islam
Dosen pengampu: SUNARDI, M.Pd.i
#UAS-STAIDK