
JADWAL OPERASI AYAH
Selasa, 28 September 2021
Dinginnya udara pada pagi ini membuat tidur lelapku terganggu, ku coba untuk menghiraukannya karena rasa kantukku yang begitu berat, tetapi itu tidak bisa, kerena udara pada pagi ini begitu dingin, aplagi di tempat yang terbuka seperti ini, selimut yang akan aku gunakan untuk melindungi tubuhku tidak ada, hanya sebatas pakaian yang aku gunakan, tapi itu tak mampu menghalangi udara itu mengusik ketenganku tidur. Karena memang benar-benar suasana begitu sangat dingin, maka akupun terbangun, lalu aku duduk sambil memperhatikan lingkungan sekitar rumah sakit yang masih nampak sepi dan gelap hanya ditemani sinar-sinar lampu yang menghiasinya.
Beberapa menit berlalu, suasana keheningan ini dipecahkan oleh suara merdu lantunan ayat suci Al-Qur’an yang terdengar dari masjid yang berada di sekitar masjid, itu menandakan bahwa waktu subuh akan segera ada. “Allahuakbar…Allahuakbar…”, terdengar suara muadzin mengumandangkan azan, kemudian aku menjawab azan itu hingga selesai.
“kak,,,kak,,, kakk,,, banguun,,,”, aku bangunkan kakak sepupuku yang masih tertidur lelap sambil menggerak-gerakkan badannya, “hhmmm ada apa,,, berisik sekali”, semakin dipernyaman posisi tidurnya sambil menggerutu dengan suara yang agak serak, “ayo kita shalat subuh kak,,,ini sudah azan”, ku gerakkan lagi badannya dengan tenaga yang lebih besar, “kamu duluan aja dek,,,kakak masih ngantuk niii,,,”, “iiiii kakak ayo bangunn,,,,mana berani aku sendirian pergi ke masjid”, (dengan nada yang agak kesel). Dengan keadaan mengantuk diapun mengikuti kemauanku, dia pun bangun kemudian duduk sambil merapikan rambut, serta mengusap mukanya guna untuk menyetabilkan kondisinya.
Akupun langsung pergi ke masjid yang di ikuti oleh kakak sepupuku yang berjalan di belakangku dengan langkah yang gontai karena masih dalam keadaan ngantuk, setelah berjalan beberapa menit dan keluar dari area rumah sakit, kamipun melawati jalan raya yang nampak begitu sepi, hanya ada beberapa jama’ah yang berjalan menuju masjid. Sampainya di depan masjid kamipun langsung ke kamar mandi untuk mengambil air whudu, dinginnya air itu serasa sampai menusuk kulit hingga ke tulang belulang kami. Setelah selesai whudu’ kamipun memasuki masjid lewat pintu utama. Ku ambil mukenah yang berada di pojok masid, lalu aku kenakan.
Suasana begitu damai ketika para jamaah mengikuti lantunan sholawat yang di pimpin oleh salah satu orang, entah siapa itu aku tidak tau, hanya terdengar suaranya yang merdu dari balik tirai hijau yang didepanku, sebagai pembatas antara jama’ah laki-laki dan jama’ah perempuan. Bangunan masjid nampak begitu indah dengan warna putih yang di hiasi asma’ul husna yang tersusun rapi di atas dinding-dindingnya.
Satu persatu jama’ah berdatangan hingga nampak ramai di dalam masjid, aku iri melihat jama’ah yang berada di masjid ini, mereka begitu antusias untuk melaksanakan sholat subuh walaupun dalam keadaan cuaca yang sangat dingin, berbeda sekali dengan masjid di desaku, setiap ada waktu yang mengisi masjid hanya beberapa jama’ah saja, tidak seramai di sini, aku berharap semoga suatu saat bisa ramai dalam setiap waktu, tidak hanya awal bulan ramdhan dan dua hari saja sampai-sampai ful hingga halaman masjid, seandainya keadaan yang seperti itu juga pada sholat wajib 5 waktu. InsyaAllah suatu saat ppasti akan terjadi, dengan do’a dan ikhtiar serta bantuan dari Allah SWT, apa yang menjadi keinginanku tercapai, masjid hidup dengan kegiatan-kegiatan keagamaan setiap malamnya.
Iqamahpun dikumandangkan, kamipun merapatkan shaf kemudian mulai melaksanakan shalat shubuh, alunan merdu suara imam membacakan ayat suci Al-Qur’an membuat aku larut dalam penghayatan hingga membuat hatiku terasa lebih tenang dan damai. Setelah selesai shalat dilanjutkan dengan do’a dan zikir.
Ku ambil sandalku yang berada di tangga masjid begitu juga dengan kakak sepupuku, lalu kami ke rumah sakit. Sesampainya kami di rumah sakit kamipun duduk di bangku tempat tidur kami tadi, di depan pintu UGD nampa 2 orang satpam yang bertubuh kekar menjaga pintu.
Kring,,,,kring,,,kring,,,, terdengar bunyi hendphoneku yang berada di dalam tas yang kubawa, aku sedikit kaget karena getaran nada yang berbunyi secara tiba-tiba, ku ambil hendphone dari dalam tasku dan ternyata itu panggilan dari ibu. “assalamu’alaikum”, kata ibu di balik telpon “wa’alaikumussalam” ku jawab salam ibu, “nak kesini masuk ke ruangan ayahmu jaga beliau disini kami mau keluar untuk sholat”, kata ibu memberiku perintah, “ya buk, saya akan masuk”, ku ajak kakak sepupuku untuk masuk, tentunya dengan izin dari 2 orang satpam itu.
Lorong menuju ruangan ayah nampak begitu seram, diselimuti dengan keadaan yang sepi, sunyi, dan masih dalam keadaan gelap. Kami percepat langkah karena rasa takut saat berada di lorong-long itu, setelah berjalan beberapa menit akhirnya kamipun sampai, terlihat ayah sedang tertidur pulas dengan kondisi yang begitu pucat dengan bibir yang kering. Sementara ibu nenek, dan bibi keluar dan pergi ke masjid untuk melaksanakn sholat subuh. Akupun duduk bersama kakak sepupuku di tempat tidur yang kosong sambil memperhatikan wajah “bulan purnamaku” yang cahayanya kian memudar.
Tok,,,tok,,tok,,, terdengar dari balik pintu ada orang, “permisi” kata seorang wanita dengan perawakan yang kurus, tinggi, putih, dan terlihat cantik wajahnya yang dihalangi oleh masker yang dikenakan, sambil masuk mebawa sebuah nampan yang diatasnya seping nasi putih, sayur, roti, dan apel hijau. “benar ini pasien atas nama Amaq Handayani?” tanyanya, “ya mba, benar”, “ooh,,, ini ada makanan, bangunkan beliau dan kasih makan segera ya, karena beliau akan bebrpuasa sebelum di operasi” kata petugas itu sambil menjelaskan kepadaku, “ngiih mba” kataku mengiyakan perintahnya. Petugas itupun keluar dari ruangan itu. Segera aku bangunkan ayahku, “ayah,,yah,,, bangun,,, ayah sarapan dulu, karena ayah akan berpuasa sebelum di operasi”, kataku membangunkan ayah sambil menjelaskan apa yang di sampaikan petugas itu kepadaku tadi. “ya,, tapi tolong antarkan ayah ke WC dulu ayah mau mengambil air whudu’”, akupun memapah ayah ke WC dengan di bantu kakak sepupuku.
Di atas tempat tidurnya, dengan posisi tidur berbaring, ayahku pun terlihat khusu’ melaksanakan shalat subuh. Ada perasaan bangga dalam diriku terhadap ayahku, bagaimanapun kondisi dan keadanya tidak pernah di tinggalkan sholatnya, bahkan di rumah pagi-pagi selalu terdengar suarnya membangun kami untuk segera melaksanakan sholat, begitupun di waktu-waktu lainnya, terimakasih yaahh,, telah menjadi panutan kami.
Sambil menunggu ayahku selesai sholat, akupun menyiapkan makanan beliau, dengan menuangkan lauk sayur yang berisi kol, wortel, dan kentang ke atas nasi putih yang nampah begitu hangat. Setelah ayah selesai sholat ku suapi ayah nasi dengan sendok yang berada di tanganku, aku sangat bersukur sekali, aku dapat menyuapi ayahku, hal yang sangat langka dalam hidupku, tapi sayangnya beliau sekarang dalam keadaan sakit. ku beri beliau minum dengan perasaan kasih sayang. Ku tawarkan ayah roti dan buah apel yang masih berada di nampan itu, tetapi beliau menolak. Setelah selesai makan beliaupun mulai berpuasa hingga keluar jadwal beliau untuk memasuki ruangan operasi.
Setelah beberapa jam berpuasa dan tepat pada pukul 15.00 pm, tiba-tiba seorang dokter yang mengenakan dinasnya yang begitu bagus, rapi dengan balutan warna putih, yang menjadi ciri seorang dokter ditemani seorang suster yang berada di belakangnya dengan membawa kursi roda. Kamipun diberitahukan oleh dokter itu bahwa bapak akan segera di bawa karena sudah saatnya bapak akan dioperasi, mendengar penjelasan dari dokter itu tiba-tiba suasana nampak mencekam di ruangan itu, perasaan khawatir, deg-degan, sedih, kaget semuanya bercampur aduk di dalam pikiranku, tidak tega rasanya diriku mengetahui ayah akan di operasi.
Ayah disuruh bangun, kemudian dokter itu membantu ayah untuk berdiri kemudian duduk di kursi roda tadi, kemudian di doronglah ayah oleh suster itu keluar dari ruangan itu menuju ke ruang operasi, kamipun dari belakang mengikuti ayah, kamipun berjalan melewati lorong-lorong, di sepanjang perjalanan tak henti-hentinya aku zikir dan terus berdo’a supaya operasi ayahku berjalan dengan lancar, seketika air yang begitu bening jatuh dari pelupuk mataku, melihat ayah yang di dorong oleh suster itu, terlihat di wajah beliau nampak pasrah dengan keadaan yang akan beliau alami. Setelah beberapa menit melewati lorong dan kamar-kamar yang berjejer kamipun sampai di depan ruang operasi, tidak semua di izinkan untuk ikut hanya aku dan bapak kadus yang bisa masuk dan yang lain hanya bisa menunggu di luar, aku yakin pasti mereka juga ingin menemani ayah tapi mau gimana lagi sudah peraturan dari rumah sakit memang seperti itu.
Pelukan dan ciuman kasih sayang nampak terlihat yang diberikan nenek, ibu dan bibikku, nampah deras berlinang air mata mereka yang sebentar lagi melepas bapak untuk masuk ke ruang operasi, mereka seakan-akan tidak rela melihat ayah masuk ke ruangan yang begitu menyeramkan itu. Susterpun mendorong ayah untuk masuk ke pintu, tetapi ketika pintu akan di buka, tiba-tiba nenek berlari dan kembali memeluk ayah,,,”Anakku,,, “ duduk sambil memeluk dan mencium anak yang begitu dia sayangi, suanapun makin memilukan, siapapun melihat keadaan itu pasti dia tidak akan kuat untuk menahan air matanya, “ibu tidak usah menangis,,, aku akan baik-baik saja, do’akan saja supaya operasiku berjalan dengan lancar dan aku bisa selamat sehingga kita bisa berkumpul lagi”, ayahku berusaha menguatkan nenek sambil tersenyum dan menghapus air mata nenek.
Dengan terpaksa nenek, ibu dan bibik sudah keluar dari ruangan itu, sambil memandang ayah yang sudah di bawa masuk oleh suster itu, akupun di suruh masuk karena harus ada dari perwakilan keluarga yang akan menandatangani dan mengisi berkas-berkas penanggung jawab operasi ayah. Sampai ruang itu ayahpun di ganti pakainnya dengan pakaian berwana hijau muda, setelah mengganti baju ayah akan segera di bawa ke balik tirai hijau yang terlihat di dalamnya berbagai peralatan tajam seperti gunting, cater, jarum suntik dan banyak lagi yang lain. ku ciumi pipi kanan dan kiri ayahku, lalu beliau balik mengecup keningku. Tidak ada ungkapan kata yang mampu keluar dari mulut kami, hanyalah air mata yang keluar dengan begitu derasnya, ayahpun di naikkan ke tempat tidur operasi lalu di tutuplah tirai hijau itu. Sementara aku masih mengisi berbagai pertanyaan yang berada di beberapa lembar kertas yang diberikan oleh suster tadi, setelah semuanya aku isi, akupun di suruh keluar dari ruang yang mencekam itu.