MOBIL YANG TAK KUHARAPKAN (AMBULANCE)
6 mins read

MOBIL YANG TAK KUHARAPKAN (AMBULANCE)

Hari ini aku kembali membawa ayah ke rumah sakit, ternyata di sana sudah ada beberapa orang yang duduk di kursi yang sudah disediakan di ruang tunggu, mereka duduk sambil menunggu namanya di panggil sesuai dengan nomor antrian yang sudah berada di tangan mereka masing-masing. Akupun langsung ke dekat pintu dan menekan tombol mesin yang sudah di sediakan untuk mengambil nomor antrian. Akupun mendapat nomor atrian 08, setelah itu aku mengambil posisi duduk di dekat pasien yang punya nomor antrian nomor 7, sementara itu ayah ku berdiri di dekatku.

Satu persatu pasien itu masuk ketika dipanggil nomor antriannya, lalu mereka keluar setelah diperiksa dan diberikan obat oleh dokter. Setelah menunggu beberapa puluh menit nomor antrian yang aku pegangpun disebut, akupun bergegas masuk dan diikuti ayah dari belakang. Sesampainya di dalam akupun menyerahkan nomor antrian itu beserta beberapa berkas ayah kepada perawat yang berada di loket B.

“Amak Handayani” perawat itu memanggi ayahku, ayahkupun maju dan kutemani beliau, “bapak sakit apa?” kata perawat itu, karena ayah kurang bisa pakai bahasa indonesia, jadi dari rumah juga aku sudah disuruh ayah untuk menjawab ketika dokter nanti bertanya mengenai penyakitnya, maka akupun menjelaskan penyakit ayahku sesuai yang dia perintahkan tadi saat di rumah, “sakit ambeyen suster”, kata ku, “sudah berapa lama, dan bagaimana gejalayang dirasakan sekarang?” kata suster itu, “sudah dari dulu suster, tapi mulai parah sudah 3 hari, anus ayah saya keluar dan tidak bisa masuk, seketika keluar darah, dan beliau mengeluhkan sakit perut dan pinggang”, kataku menjelaskan pada suster itu. Mendengar penjelasanku suster itupun menyuruhku untuk ke rumah Sakit Aikmel Utara untuk diperiksa disana, karena kebetulan data ayah yang ada di kartu KIS terdaptar disana.

Kamipun keluar dari ruangan itu, karena aku kurang tau dalam mengurus berkes-berkas seperti itu, akupun menelpon pak kadus untuk mengurus itu semua, tetapi karena hari ini ada jadwal beliau apel jadi beliau tidak bisa ikut kesana, beliau akan menyusul nanti setelah apel. Akupun berangkat kesana dengan modal nekat, “nanti kalau aku tidak tau aku akan bertanya” (kataku di dalam hati), demi kesembuan ayahku aku rela melakukan apapun. ku ambil motorku ke parkiran lalu aku berangkat menuju Rumah Sakit Aikmel Utara .

Perjalanan kami di temani kesunyian, di tambah dengan suasana jalan yang sepi hanya ditemani kesejukan dari hamparan sawah dan ladang yang berada di sisi kiri dan kanan jalan, rumah sakit ini baru di bangun dan tempatnyapun cukup jauh,untuk menjaga kondisi ayahku yang agar tetap stabil ku jalankan motorku dengan pelan. Setelah berada di jalan beberapa puluh menit akhirnya kamipun sampai, lalu aku parkrirkan motorku dan aku membawa ayah langsung ke UGD.

Ku serahkan kartu KIS dan beberapa berkas ayah ke petugas administrasi, karena disini tidak terlalu banyak orang jadi kami tidak perlu untuk mengantri ayah langsung di panggil, setelah itu di periksa tensi darah beliau oleh perawat, sambil menanyakan penyakit ayah. Setelah selesai ayah pengecekan tensi ayah di suruh untuk masuk ke dalam ruangan khusus, dan aku terpaksa menungu di luar karena aku tidak diperbolehkan masuk, entah bagaimana kondisi di dalam aku tidak tau.

Setelah selesai pemeriksaan, ayah disuruh masuk ke WC untuk buang air kecil, karena ada pemeriksaan urun, ayahpun masuk dan keluar membawa air kencing yang di taruh di dalam botol kecil yang diberikan dokter tadi, lalu dokterpun mengambilnya lalu membawanya ke ruangan Leb. Kamipun menunggu hasil leb itu keluar.

Banyak sekali proses yang harus di lalui ayah, padahal beliau sudah merasa kesakitan, kenapa tidak titangani langsung, aku sangat khawatir melihat kondisi ayahku, aku takut dia akan semakin drof, tapi mau gimana lagi ini sudah peraturan dari rumah sakit, mau tidak mau harus dituruti. Setelah beberapa menit kami menunggu akhirnya hasil itupun keluar.

Akupun dan ayah di suruh oleh dokter itu untuk ikut di ruangannya, hati ini sangat deg-degan sekali, entah bagaimana hasil dari pemeriksaan itu. Sesampainya kami di ruangan dokter itupun menjelaskan kepada kami mengenai kondisi dari penyakit ayah sesuai dengan hasil pemeriksaan dan hasil urin tadi, jadi beliau tidak bisa di rawat di sini, karena penyakit beliau sudah sangat parah, dan jalan satu-satunya adalah di operasi. Mendengar penuturan dari dokter akupun sangat terkejut, berlinanglah airmata ini dengan deras di pipi tembemku. “kami akan membuat surat rujukan ke rumah sakit di Selong, jadi ayah adik tidak bisa di rawat disini, mengingat kondisi penyakitnya yang sudah parah, jadi tindakan yang akan di ambil satu-satunya dengan cara di operasi”.

Setelah itu, kamipun keluar dari ruangan itu dengan perasaan yang sedih, kami disuruh menunggu, karena mobil ambulan akan segera disiapkan. Airmata ini tidak henti-hentinya mengalir, aku tidak menyangka ternyata kondisi “Bulan Purnamaku” sudah separah ini, akupun mengabari keluarga yang ada dirumah dan menyuruh mereka untuk menyusul kami ke rumah sakit.

Setelah beberapa saat kemudian keluarga kamipun datang yakni nenek, ibu kakak dan bibik,di susul dengan bapak kadus, mereka menghampiri kami dan pak kadus mengurus beberapa berkas yang belum selesai, terlihat dari raut wajah mereka kesedihan yang begitu luar biasa, setalah mengetahui kondisi orang yang mereka sayang sekarang berada dalam kondisi sakit separah ini.

Setelah mobil ambulan sudah siap, kamipun naik karena kami segera akan berangkat ke rumah sakit yang sudah di rujukkan oleh dokter yaitu Rumah Sakit Lotim Medical Center yang berada di kota selong. Ayah tidur berbaring di tempat tidur yang ada dalam mobil itu, sementara aku, ibu dan nenek duduk di kursidisamping ayah, sementara pak kadus duduk di depan samping pak supir.  Ini adalah pengalaman  pertamaku berada di dalam mobil Ambulance. Mobil yang tidak pernah berada di benakku untuk manaikinya sama sekali, walaupun aku ada keinginan untuk mempunyai sebuah mobil, tapi untuk mobil yang satu ini aku tidak menginginkan untuk menaikinya. Tapi mau gimana lagi ini adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh Allah untukku dan keuargaku, jadi aku harus terima dengan tabah dan sabar. Kemudian kamipun berangkat, dan di ikuti sama keluargaku dengan memakai motor dan mengikuti kami dari belakang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *