JANJI YANG DIINGKARI
11 mins read

JANJI YANG DIINGKARI

Pukul 18.00 pm

Sudah berjam-jam kami menunggu di ruang loby, tetapi dokter yang memeriksa ayah belum datang juga, di jadwal akan datang jam 5 sore tapi nyatanya sampai sekarang belum datang juga, saya sedikit kesal karena ketidak disiplinan dokter itu, kasihan ayah saya menahan rasa sakit, beliau dari tadi duduk terus tanpa berani menggerakkan badan beliau, makan tidak mau karena ditakutkan nanti buang air besar, itu akan menambah rasa sakit yang akan dirasankan, beliau kelihatan pucat sekali, bibir beliau nampak kering.

Kesel, bosan itulah yang aku rasakan, yang namanya menunggu memang mebosankan sekali, entah kapan dokter itu akan datang. Kasian pasien-pasien yang lain juga menahan rasa sakit karena menunggu kedatangannya. Untuk mengisi keboringanku, ku ambil handphoneku lalu buka youtube, secara tidak sengaja keteken vidio ceramah Almarhum Syeikh Ali Jaber, kebetulan itu adalah vidio paling atas, jadi karena sudah terlanjur akupun mendengarkan ceramah beliau. Isi ceramah beliau tentang kesabaran dalam menerima ujian, dari ceramah itu aku sedikit lebih tenang dan mencoba untuk menerima segala keadaan yang aku alami sekarang, karena itu terjadi karena sudah dikehndaki oleh Allah SWT.

Allahuakbar… Allahuakbar… terdengar suara azan yang dikumandangkan oleh muazzin yang berada di Aula rumah sakit, akupun menutup handphoneku lalu aku pergi mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat berjama’ah. Lantunan ayat Al-Qur’an mulai terdengar dari Imam, tak terasa air mataku mengalir dengan derasnya entah apa arti dari ayat yang dibaca, terasa menyentuh sekali dihatiku, ditambah merdunya suara imam melantunkan ayat itu. Dalam sujud terakhir, ku keluhkan semua beban yang sedang menimpaku kepada sang pencipta

Merdunya suara imam dalam melantunkan ayat suci al-qur’an membuat hatiku tiba-tiba tergetar, dan tak di sangka-sangka air matakupun mengalir deras, ketenang benar-benar aku rasakan, beban dan ujian yang sedang aku hadapi saat ini seolah-olah langsung menghilang dari pikiranku.

Dalam shalat ini allah benar-benar memberikanku ketenagan yang luar biasa, bahkan ketenagan ini tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Dalam sujud terakhirku di sana aku keluhkan semua beban yang sedanga aku alami saat ini kepada sang pencipta. Aku meminta dan memohon pertolongan supaya laki-laki yang sangat begitu berarti, yang sangat aku sayangi, diberikan kesehatan dan diangkat segala penyakitnya dan diberikan kesabaran untuk menghadapi semua ujian ini.

Setelah selesai shalat akupun bergegas ke ruang tunggu dan menemui ayah yang sedang duduk dari tadi. Ternyata dokter sudah datang, satu persatu pasien mulai di panggil ke ruangan, setelah beberapa pasien yang masuk aku heran karena ada sebuah kejanggalan, pasien yang baru datang lebih dulu di panggil dari pada kami yang mengantri dari tadi siang, akupun menanyakan kepada suster yang berada di bagian administrasi, “suster kenapa pasien atas nama Amaq Handayani belum di panggil-panggil, padahal nomor antrian kami nomor 4, sekarang yang masuk pasien yang punya antrian 10?”, “saya cek dulu ya embak” kata suster itu kepadaku, satu persatu kertas yang menumpuk di depan suster itu di balik, tapi ternyata berkas ayahku tidak ada, “maaf ya mbak, berkas ayah embak hilang, nanti kami coba carikan, maafkan atas keteledoran kami” kata suster itu sambil memndangku.

Ingin rasanya aku marah, tapi aku mencoba untuk menenangkan diriku, aku berusa memahami keadaan  suster itu, berkas itu tercecer wajar karena banyaknya data pasien yang di tanganinya, sambil menunggu berkas ayah dicari akupun duduk di samping ayah, sesekali aku melihat wajah ayahku yang nampak begitu menahan rasa sakit tanpa sepengetahuannya, kembali lagi rasa sedih bergejolak dihatiku, melihat “bulan purnamaku” yang mulai memudar cahanya yang diakibatkan penyakit yang sedang menggerogoti tubuhnya.

Azanpun mulai berkumandang, segera ku ambil air wudhu lalu ku laksnakan sholat isya, setelah itu aku kembali duduk menemani ayah sambil menunggu panggilan. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya nama ayahpun dipanggil oleh suster “Pasien atas nama Amaq Handayani, silahkan mammsuk ke ruangan”, aku bantu ayahku berdiri, dengan jalan yang tertatih-tatih beliaupun masuk ruangan ditemani oleh bapak kadus.

Akupun kembali duduk di kursi, rasa cemas, khawatir kembali menyelimuti diriku, entah apa yang terjadi dalam ruangan, kenapa ayah lama sekali keluar, itu membuatku lebih khawatir lagi. Setelah beberapa puluh menit menunggu akhirnya beliaupun keluar yang di bantu oleh bapak kadus. Dan ternyata hasilnya membuat airmataku kembali tidak bisa aku tahan, bapak kadus memberi tahuku bahwa kondisi ayahku sudah sangat parah, jadi malam ini juga akan di lakukan operasi.

Masyaallah betapa hancurnya hatiku mendengar kabar ini, aku tidak tega melihat ayahku akan di operasi, tapi tidak ada pilihan yang lain, mau tidak mau harus tetp dijalankan demi menyelamatkan nyawa ayahku. “Ya Allah berikan kami kesabaran untuk menerima semua ini”, ungkapku di dalam hatiku.

Untuk persyaratan operasi, jadi ada beberapa berkas yang harus kami siapkan. Jadi akupun disuruh sama bapak kadus untuk kembali ke petugas administrasi utama sementara bapak kadus megantarkan bapak ke luar ruangan menemui keluargaku, sambil mengasih tau mereka bahwa ayah akan segera di operasi. Terlihat dari balik jendela aku perhatikan, rasa sedih mereka semua di ungkapakan oleh air mata, terutama ibu, nenek dan bibikku. Airmata meraka terus mengalir melihat kondisi ayah yang sekarang, melihat semua itu tetesan demi tetasan jatuh dari pelupuk mataku.

Karena banyaknya pasien malam ini, bangku yang berada di depan administrasi semuanya penuh, hingga aku tidak dapat duduk, akupun berdiri sambil menunggu berkas yang sedang di buat oleh petugas, sambil menunggu berkas itu, aku memurojaah hafalanku, dan itu membuatku lebih tenang. Setelah beberapa menit berdiri aku merasakan badanku lemas, itu dikarenakan aku belum makan, terdengar dari perutku bunyi, menandakan meminta untuk di isi, tapi belum saatnya sekarang aku harus tahan aku akan selesaikan semua berkas ini.

Ternyata proses berkas ini sangat lama sekali, beberapa menit menunggu akhirnya jadi juga, petugas itu memberikanku berkas itu dan menyuruhku untuk mengisi beberapa pertanyan terkait kesanggupan keluarga untuk pelaksanaan operasi ayah. Akupun mengisinya. Kemudian aku diberitahukan bahwa ruangan ayah berada pada nomor 501. Bukannya disuruh memasuki ruangan itu tetapi masih banyak persyaratan yang harus diikuti sehingga ayah di ijinkan masuk ke ruangannya.

Pukul 22.00 pm

Tepat pukul 22.00 pm ada pemberitahuan bahwa jajwal ayah untuk operasi di undur dan besok akan dilaksanakan pada jam 2 siang. Malam ini bapak harus memenuhi persyaratan dulu diantaranya rapites, pemeriksaan keadaan tubuh bagian dalam, dan pemeriksaan jantung.

Pemeriksaanpun berlangsung dimulai dari rapites, bapak masuk ke dalam ruangan khusus untuk melaksanakan rapites, setelah bebeapa menit berlangsunglah pemeriksaan, setelah selesai bapakpun keluar. Setelah itu berlanjut ke ruang UGD, akupun ikut dan menemani ayah. Dokter itu kemudian memeriksa tensi ayah, dan ternyata norma yaitu 120, sekarang berlanjut pengukuran berat badan, ayahpun naik ke timbangan yang sudah di sediakan, dan ternyata berat ayah 50, ternyata ayahkku sekurus itu, aku lebih gemuk dari pada beliau karena beratku sekarang 60.

Pemeriksaan selanjutnya adalah periksa keadaan tubuh ayah yang di dalam dan pemeriksaan jantung, seperti yang dijelaskan oleh dokter, kalau salah satu hasil dari tes ini ada yang tidak sesuai harapan, maka ayah tidak akan bisa dioperasi.

Ayahpun disuruh berbaring di tempat tidur yang disediakan, kemudian dokter itu menyuruh ayah melepas bajunya, terlihat tubuh ayahku yang begitu kurus, warna kulit nampak begitu gelap karena terbakar oleh matahari setiap harinya ketika bekerja, hati ini iba melihat itu semua. Berbagai jenis kabel dengan warna yang berbeda-beda di pasangkan di sekujur dada dan perut ayahku, dua alat entah apa namanya di jepitkan di kedua tangan ayahku. Melihat ayahku dalam kondisi yang seperti itu kembali lagi aku meneteskan air mata.

Dua buah alat yang mirip seperti setrikah di gosokkan oleh dokter itu kemudian di taruh di atas dada ayahku, secara otomatis ayahku sedikit terangkat dari tempat tidurnya, disebabkan oleh kedua alat itu dan itu dilakukan hingga 3 kali. Kasihan ayahku harus merasakan ini semua. Setelah semuanya selesai dicabutlah semua kabel yang dipasagkan tadi, lalu kami di suruh menunggu hasilnya keluar.

Karena bapak tidak tahan untuk duduk, mungkin beliau merasakan sakit, beliaupun menyuruh aku untuk menggelar tiker yang kami bawa, ku gelarkan tiker di depan UGD di samping pintu masuk. Kembali teriris hati ini melihat kondisi ayah seperti ini, kembali aku kecewa dengan pelayanan di rumah sakit ini, kenapa ayahku tidak di biarkan masuk saja, nanti berkas itu menyusul. Kasihan ayahku menahan rasa sakit.

Di keheningan malam, Keadaan udara semakin dingin, terdengar suara ajing yang menggonggong, membuat suasana lebih seram dan mencekam. Terlihat di sekitar rumah sakit sudah tidak ada aktifitas lagi, yang ada hanya dokter yang bertugas dan satpam yang menjaga keamanan di rumah sakit ini yang masih melakukan tangguung jawabnya, aku perhatikan ayahku yang sedang tidur, ternyata beliau sudah terlelap.

Orang yang begitu kuat sekarang terbaring lemas tak berdaya, dikalahkan oleh penyakit yang ganas yang menyerang tubuhnya, hingga tubuh yang begitu nampak kekar sekarang terlihat sangat kurus, sangat nampak jelas sekali tadi ketika beliau membuka bajunya tulang-tulang beliau nampak. Oooh ayaah, maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu, aku janji dalam diriku yah, semoga aku bisa menjadi anak yang sukses, membuat ayah bangga dengan diriku, ketika aku sukses nantinya, tidak aku biarkan ayah bekerja keras, ayah duduk-duk di rumah bersama ibu, biar aku yang menggantikan kalian mencari nafkah. Doakanlah anakku semoga segera menjadi anak yang sukses. Tolong dengarkan do’aku ya Allah.

Setelah beberapa menit menunggu ternyata nama ayah di panggil,akupun langsung masuk ke ruangan UGD, dan mengambil hasil pemeriksaan ayah, dan ternyata hasil rapites ayah negatif covid, dan kondisi tubuh ayah bagian dalam normal begitupun dengan kondisi jantung beliau, Alhamdulillah,,,,. Dokterpun menjelaskan kepadaku bahwa kondisi ayah siap untuk di operasi besok. Kamipun menempati ruangan yang sudah di sediakan, dengan mengikuti suster yang mengantarkan kami. Ternyata ruangan itu sangat jauh, kami harus melewati beberapa belas ruangan dan lorong, setelah beberapa menit berjalan nampak di depan pintu tulisan angka 501, kamipun dipersilahkan masuk. Ayahpun kami suruh langsung istirahat supaya besok pas operasi keadaan beliau setabil.

Karena kondisi masih pandemi jadi tidak semua orang yang di ijinkan untuk menunggu ayah di dalam rungan, akupun dan sepupuku keluar dan kami menuju parkiran yang berada di depan rumah sakit. Karena aku belum makan dari tadi pagi, dan perutku sudah meronta-ronta akupun menyuruh sepupuku menemaniku ke alfamart untuk membeli makanan dan minuman.

Di tengah pekat gelapnya malam, tanpa dihiasi cahaya sang rembulan dan bintang, hanya nampak gumpalan awan hitam yang menghiasi langit pada malam ini, karena kondisi cuaca yang mendung, hanya ditemani lampu jalan yang. Akupun memakan dan meminum apa yang aku beli di al-famart di jalan depan rumah sakit, sambil berbincang-bincang dengan sepupuku. Setelah selesai makan, dinginnya angin malam ini membuat kami tidak tahan karena menusuk-nusuk kulit kami, akhirnya kami putuskan untuk duduk di kursi yang berada di depan UGD, terlihat di depan pintu pak satpam masih terjaga sambil bercanda dengan teman sipnya. Pada pukul 2;38 akhirnya kami di selimuti oleh rasa kantuk, akhirnya kami putuskan ntuk tidur di kursi itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *