![INTELEKTUAL PLATFORM “DARUL KAMAL” [Studi Analisis Untuk Menemukan Pesan Ideal]](https://aliflam.staidk.ac.id/wp-content/uploads/2020/12/INTELEKTUAL-PLATFORM.png)
INTELEKTUAL PLATFORM “DARUL KAMAL” [Studi Analisis Untuk Menemukan Pesan Ideal]
***Muhammad Syafirin, Sabtu 12 Desember 2020
Penelitian ini masih dalam serial Darul Kamal, walaupun dengan corak yang sedikit berbeda. Pada penelitian yang lalu, penulis telah mencoba menawarkan interpretasi terhadap kata “Daru” yang terdapat dalam komponen kalimat “Darul Kamal” dengan pendekatan psikologis. Adapun tema kali ini, saya ingin menjadikan “Darul Kamal” berdialektika dengan konteks kemahasiswaan; bereksperesi; dan berinteraksi secara intens untuk mewujudkan generasi yang bisa membawa perubahan dan kemajuan.
Kalau kita melacak jejak para intelektual, terutama para ulama yang banyak melakukan aksentuasi terhadap pendidikan, tidak jarang kita temukan dalam tulisan-tulisan mereka, berbagai solusi maupun jalan tempuh dalam meraih kesuksesan. Kitab-kitab fenomenal yang kerap menjadi rujukan dalam hal ini, pernah ditulis oleh seorang ulama Hanafiyah abad ke-13 dari Afghanistan (sebagian riwayat; dari Iran), Imam Burhanuddin al-Islam al-Zarnuji (w. 1243 M), dengan judul “Ta’lim al-Muta’allim”; kemudian Imam Al-Ghazali (w. 1111 M) dalam kitabnya, “Ayyuhal Walad”; Kiyai Hasyim Asy’ary (pendiri ormas NU) (w. 1947 M)) dalam kitab, “Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim fi Ma Yahtaju ilaihi al-Muta’allim”; dan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (w. 1997 M) (pendiri NWDI, NBDI & NW) dalam kitab, “Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru”. Selain tokoh-tokoh ini, juga terdapat banyak ulama-ulama lain, yang menuliskan pembahasan ini.
Betapapun banyaknya kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama di atas, tujuannya tetap bermuara pada satu proyeksi, yaitu sebagai ekspektasi keilmuan untuk generasi yang akan datang. Karena bagi mereka, keberhasilan bukan hanya ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan hal yang terpenting adalah kesadaran untuk melakukan yang terbaik untuk diri dan orang lain. Sekecil apapun ilmu yang dimiliki, orang akan menilainya positif dan berhasil jika ilmu itu memberikan kebermanfaatan.
Di lingkungan STAI Darul Kamal, berbagai upaya dilakukan oleh civitas akademik demi meningkatkan kuwalitas keilmuan mahasiswa. Di antaranya adalah, pertama, memprogramkan pendidikan berbasis kitab kuning/gundul (kitab ulama klasik) di Ma’had ‘Aly Darul Kamal, dari pukul 07.15-09.00 am. Kemudian dilanjutkan dengan program ngaji kelas, dari pukul 10.00-12.00 am; kedua, STAI Darul Kamal membangun wadah literasi mahasiswa, yang dikenal dengan ‘Jurnal Aliflam’. Program ini bertujuan untuk meningkatkan integritas mahasiswa menjadi generasi unggul dan kompetitif, serta membiasakan mahasiswa untuk berpikir dan menulis agar tidak terbebani dengan penelitian skripsi di akhir periode studinya nanti.
Pada penelitian ini, penulis berupaya merumuskan pesan-pesan ideal yang terdapat dalam kalimat “Darul Kamal” (دَارُ الْكَمَالِ) dengan pendekatan analisis konseptual. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi praktikal yang mesti ditempuh oleh mahasiswa STAI Darul Kamal dalam meraih kesuksesan intelektual maupun spiritual selama studi di STAI. Adapun cara yang penulis tempuh dalam analisis ini adalah menguraikan unsur-unsur yang terdapat dalam kalimat “Darul Kamal” kemudian membuatkan defenisi yang bersifat filosofis, disertai relasinya masing-masing. Unsur-unsur yang dimaksud adalah huruf-huruf yang terdapat dalam kalimat “Darul Kamal”, seperti; (د) huruf “Dal”; (ا) huruf “Alif”; (ر) huruf “Ra”; (ا) huruf “Alif”; (ل) huruf “Lam”; (ك) huruf “Kaf”; (م) huruf “Mim”; (ا) huruf “Alif”; (ل) huruf “Lam”, yang jika digabung menjadi (دَارُ الْكَمَالِ) “Darul Kamal”. Tapi satu hal yang harus penulis katakan, bahwa analisis ini bersifat murni ijtihadiyah (berdasarkan usaha pemikiran) pribadi penulis. Dan analisis ini bukanlah penulis klaim sebagai kebenaran mutlak terhadap suatu yang diteliti. Akan tetapi penulis hanya mencoba menawarkan paradigma baru dalam memahami “Darul kamal” secara filosofis dan komprehensif.
- Huruf (د) “Dal”.
Huruf “Dal” menunjukkan makna (الدِّيْن) “al-Din” yang secara leksikal diartikan ‘agama’. Dari filosofis huruf ini, kita menemukan sebuah terminologi; bahwa mahasiswa STAI Darul Kamal harus memiliki jiwa dan semangat keagamaan (spirit religius). Jiwa yang religus bukan hanya dipentaskan dalam ritus-ritus aktual keagamaan, tetapi juga diamalkan pada saat menjalani prosesi perkuliahan. Misalnya, selalu mengikuti aturan-aturan kampus seperti memakai pakaian sopan disertai peci/kopiah bagi mahasiswa, dan mengenakan kerudung serta menutup aurat bagi mahasiswi. Kemudian mahasiswa STAI Darul Kamal tidak boleh melalaikan shalat, apalagi meninggalkannya. Yayasan Darul Kamal telah menyediakan sarana ibadah (masjid) yang letaknya beberapa meter dari kampus, maka tidak ada alasan bagi mahasiswa untuk tidak melaksanakan shalat.
- Huruf ( ا ) “Alif”.
Huruf “Alif” menunjukkan makna (الإِبْتِدَاء) “al-Ibtida’” yang diartikan dengan ‘permulaan’. Makna filosofis dari huruf ini adalah setiap mahasiswa STAI Darul Kamal wajib mengikuti semua jenjang Mata Kuliah mulai dari semester awal. Dan umumnya di setiap perguruan tinggi memang demikian; harus step by step hingga jenjang terakhir. “Al-Ibtida’” bisa juga dimaknai memulaikan sesuatu dari hal terkecil. Misalnya ingin membangkitkan semangat membaca, maka bacalah buku yang ringan-ringan dan yang bisa membuat anda senang terhadap aktifitas ‘membaca’; seperti membaca novel, cerpen, fiksi, dan lain sebagainya. Kalau anda telah terbiasa membaca dan menemukan kenikmatannya, maka cobalah untuk bercengkrama dengan referensi yang lebih akademis. Sebagian dosen, memang tidak setuju dengan metode semacam ini, karena mahasiswa bukanlah anak kecil yang mesti diransang supaya mau makan. Tetapi mahasiswa adalah orang-orang yang berani dan berusaha keras melawan kemalasan berpikir. Namun, jika melihat kondisi mahasiswa sekarang, kita bisa berkata, ‘pembaca buku adalah spesies terlangka di STAI’. Maka metode ‘peransang minat’ di atas mendapat ruang relevansi bagi mahasiswa STAI Darul Kamal.
- Huruf (ر) “Ra”.
Huruf “Ra” menunjukkan makna (الرِّزْقُ) “al-Rizqu” yang biasa diartikan ‘rizki’ (finansial). Makna filosofis huruf ini adalah bahwa mahasiswa STAI harus memiliki finansial yang cukup. Sesuatu yang bersifat cukup tidak mesti diukur dengan jumlah kuwantitasnya. Tetapi kecukupan yang penulis maksud adalah mahasiswa mampu membayar SPP yang telah ditetapkan oleh kampus dengan tanpa beban di hati. Penulis punya persepsi bahwa STAI Darul Kamal merupakan satu-satunya perguruan tinggi di NTB yang persyaratan administrasinya termurah dan terjangkau. Kita bisa bandingkan, di kampus-kampus yang lain, rata-rata pembayaran kuliah persemester itu ada yang mencapai 2 juta, bahkan ada juga di atas 5 juta. Sedangkan di STAI Darul Kamal hingga saat ini, anggaran persemesternya masih di bawah 1 juta. Dan itupun masih ditoleransi jika mahasiswa tidak mampu membayar SPP persemester. Pokoknya, STAI Darul Kamal memang the best college deh..!
- Huruf ( ا ) “Alif”.
Huruf “Alif” ini berbeda dengan huruf “Alif” yang pertama. Penulis maknai “Alif” yang kedua ini dengan (الإِحْسَانُ) “al-Ihsan” yang berarti ‘kebaikan; kedermawanan; atau kemurahan hati’. Filosofis huruf ini mengungkapkan nilai-nilai kebijaksanaan dan ‘moralitas’. Moralitas dalam pengertian ini menyangkut beberapa aspek, seperti moralitas keagamaan; moralitas intelektual; maupun moralitas kemanusiaan. Maka siapapun yang mendedikasikan diri sebagai mahasiswa STAI Darul kamal, wajib memiliki moralitas integral; memelihara etika dalam bertutur kata; gemar membantu kepada yang membutuhkan; taat dan hormat kepada semua dosen. Dan termasuk bagian dari moralitas adalah mengerjakan semua bentuk tugas yang telah diberikan oleh dosen akademik.
- Huruf (ل) “Lam”.
Huruf “Lam” memiliki makna (اللِّقَاء) “al-Liqa’” yang berarti ‘perjumpaan’. Suatu aktifitas, akan disebut ‘perjumpaan’, sekurang-kurangnya memenuhi dua hal; pertama, adanya personil, minimal dua orang; kedua, lokasi pertemuan. Maka dalam konteks perguruan tinggi, mahasiswa diharapkan untuk lebih interaktif dan komunikatif; baik kepada sesama mahasiswa ataupun kepada pembina akademik (dosen). Kedua hal ini memiliki nilai urgensi dalam prosesi perkuliahan. Tujuannya antara lain: pertama, agar mahasiswa lebih akrab dengan dosen; kedua, mahasiswa menjadi aktif dalam forum diskusi kelas; ketiga, dosen akan semakin giat belajar dan efektif dalam mengampu mata kuliah.
Makna filosofis yang lain dari “Al-Liqa’” ini adalah mahasiswa harus proaktif mengikuti semua mata kuliah. Rajin mengikuti perkuliahan adalah tanda kesungguhan seorang mahasiswa. Setiap dosen, pada dasarnya, selalu ingin diperhatikan. Dan salah satu sikap perhatian yang diharapkan dosen ialah “al-Liqa’” (kehadiran) tersebut.
- Huruf (ك) “Kaf”.
Huruf “Kaf” memiliki makna (الكِتَاب) “al-Kitab” yang berarti ‘buku/referensi’. Di samping kehadiran dinilai sebagai bukti kesungguhan mahasiswa, namun ada satu hal yang lebih substansial dari sekedar kehadiran; yaitu membudayakan literasi/bibliografi (kitabiyah). Inilah esensi dari sebuah kesungguhan. Dalam setiap perguruan tinggi, seorang mahasiswa diwajibkan memiliki referensi, walaupun hanya sejumlah mata kuliah yang dipelajari pada saa itu.
Dalam konteks STAI Darul Kamal, tradisi semacam ini belum dapat dikatakan ‘sehat’. Realita mahasiswa banyak yang mengalami ‘demam literasi’. Mengapa penulis berkata demikian? Karena sekian banyak kawan-kawan mahasiswa yang pernah berkunjung ke kamar asrama penulis, pertanyaan mereka hampir selalu sama; ‘Bukunya Syafirin kebanyakan. Mampu dibaca habis gak? Kalau saya mah pusing kalo segini banyaknya!’; sebagian yang lain bilang, ‘Kapan ya saya memiliki buku sebanyak Syafirin?; tunggu banyak uang dah..!’; dan lebih kelirunya lagi dia bilang, ‘Syafirin mah selalu banyak uang, wajar bukunya banyak!’, dan banyak lagi pertanyaan kerdil lainnya.
Penulis ingin mengomentari pertanyaan di atas untuk memperjelas konteks. Pertanyaan pertama, penulis menganggap si penanya adalah mahasiswa yang tidak memiliki rasa optimis dalam keilmuan. Bukankah referensi merupakan rumah intelektual jangka panjang? Jika kepala kita tidak mampu menyimpan memori keilmuan yang sedemikian banyak dan beragam, maka referensi sangat berperan untuk meminimalisir kekurangan yang terjadi.
Kemudian pertanyaan kedua, penulis anggap yang bertanya terlalu berangan-angan dan ambisius. Karena, literatur-literatur yang penulis miliki belumlah seberapa dibanding dengan kawan-kawan lainnya. Pengumpulan literatur itu pun, penulis lakukan dengan cara bertahap dan penuh kesabaran. Adapun pertanyaan ketiga, penulis anggap sebagai tuduhan yang tidak asketisisme. Karena bagi penulis, membeli buku bukanlah hal yang mudah. Penulis harus banting pikiran untuk mengumpulkan banyak uang. Dengan modal saku 150 ribu perbulan, penulis harus menyisihkan 50 ribu untuk membeli buku referensi. Hal ini rutin penulis lakukan hingga sekarang. Bahkan, selama 2 tahun menjalani studi perkuliahan, penulis belum pernah membeli kebutuhan fashion apapun. Sedangkan untuk referensi, penulis mampu mengumpulkan lebih dari 100 buku selama 1/5 tahun.
Semangat ini tidak terlepas dari dukungan moril para dosen STAI, lebih-lebih sebuah nasehat dari dosen saya, “Kita boleh miskin uang nak..tapi jangan sampai miskin buku; yang walaupun buku dibeli dengan uang!..jika orang-orang punya banyak sawah yang bisa mereka garap, maka kita punya buku sebagai mainstream kita”. Hal ini penting penulis utarakan dengan niat memperjelas konteks; sekaligus menjadi inspirasi dan motivasi bagi kawan-kawan STAI semua.
- Huruf (م) “Mim”.
Huruf “Mim” memiliki makna (المُرْشِد) “al-Mursyid” yang berarti ‘pembimbing rohani’. Bagian inilah yang merupakan salah satu khusushiyat dan keunggulan STAI Darul Kamal dibandingkan perguruan tinggi lainnya. Seorang ‘mursyid’ bukanlah orang yang berhasil menyandang gelar doktor maupun profesor. Ia adalah orang yang mampu membina dan merenaisans batin kita menjadi ‘intelectual conscience’ (nurani intelektual). Dan di STAI Darul Kamal, kita memiliki mursyid yang soleh, ‘alim, dan tawaddu’. Beliau bernama, TGH. Muhammad Ruslan Zain Al-Nahdly; yang kerap dipanggil “Mamiq Guru” atau “Mamiqna”. Tentunya hal ini adalah anugerah perfeksi yang dimiliki STAI Darul Kamal.
Maka merupakan ‘kejahatan akademik’ bila mahasiswa meninggalkan unsur ini. Karena cita-cita besar STAI adalah melahirkan generasi yang unggul dan kompetitif dalam bidang intelektual maupun spiritual (Zikir dan Pikir). Istilah “Pikir” merupakan refleksi dari para dosen STAI, karena mereka adalah garda depan yang mempromotorkan intelektualitas akademik di STAI. Adapun istilah “Zikir” merefleksikan kiprah mursyid kita, TGH. Muhammad Ruslan Zain Al-Nahdly. Beliaulah sang eksekutor yang mentransfomasikan nilai-nilai dan moralitas spiritual kepada kita semua, khususnya yang berada di lingkungan Ponpes Darul kamal.
- Huruf ( ا ) “Alif”.
Huruf “Alif” ini penulis bedakan dengan tipologi kedua “Alif” sebelumnya. Huruf “Alif” pada bagian kedelapan bermakna (الْإِسْتِقَامَة) “al-Istiqamah” yang berarti ‘berkesinambungan’ (kontinuitas). Di antara ulama, ada berkomentar tentang term “Istiqamah” ini, di katakan; ألإِسْتِقَامَةُ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ كَرَمَةٍ “al-Istiqamatu khairun min alfi karamatin”, yang artinya ‘keistiqamahan (kontinuitas) itu lebih baik daripada seribu kemuliaan (karamah)’. Ini menandakan bahwa, penunjang kesuksesan dalam menuntut ilmu ialah ‘keistiqamahan’.
Keistiqamahan dalam hal ini memiliki banyak macamnya. Dalam konteks kemahasiswaan, keistiqamahan ditandai dengan ‘dawam al-hudur’ (konsistensi absen) di kampus; ‘dawam al-thuhur’ (konsistensi kesucian); ‘dawam al-‘uqul’ (konsistensi berpikir); dan sebagainya.
Ketiga macam konsistensi di atas layaknya disandang oleh mahasiswa STAI Darul Kamal. Ciri khas kopiah dan pakaian rapi oleh mahasiswa dan jilbab pakaian muslimah yang dikenakan mahasiswi, mencerminkan adab keagamaan yang diwujudkan dengan ‘dawam al-thuhur’. Adapun kedua konsistensi lainnya, penulis berhusnuzzon kepada mahasiswa STAI. Mereka pasti mampu merealisasikannya.
- Huruf (ل) “Lam”.
Huruf “Lam” jatuh pada urutan kesembilan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa angka sembilan adalah ‘angka kesempurnaan’, dan merupakan angka yang menduduki nilai terbanyak dari angka-angka lainnya. Hal ini tentunya memberikan isyarat bahwa apa yang terkandung dalam huruf “Lam” ini memiliki makna eksentrik (keajaiban). Semua keberhasilan akan selamanya ‘berhasil’ karena rahasia huruf ini.
Penulis memaknai huruf “Lam” ini dengan (لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ) “Lillahi Rabbil ‘Alamin” yang berarti ‘hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam’. Inilah muara kesuksesan segala sesuatu; tempat bergantungnya setiap harapan dan cita-cita; dan tempat meratapnya segala untaian dan doa. Setiap apapun yang kita lakukan di dunia, jika tidak didasari dengan prinsip “Lillah”, maka semua itu bagaikan ilusi dan fatamorgana.
Prinsip “Lillah” juga melahirkan jiwa “Tawakkul” (kepasrahan diri) dengan seutuhnya kepada Allah. Selain tawakal, prinsip ini juga melahirkan keikhlasan, kesyukuran, dan kesabaran. Jika mahasiswa STAI Darul Kamal mampu mengimplementasikan prinsip ini, maka ia akan terhindar dari berbagai virus negatif, seperti kesombongan, keangkuhan, merasa diri paling benar, merasa paling pintar, cerdas, multitalen dan sebagainya….!
Sekian dulu uraian yang dapat penulis suguhkan pada tema kali ini. Dan ntuk mengakhiri tulisan ini, penulis ingin menyebutkan salah satu firman Allah Swt.
قُلْ إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَ مَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al-An’am [6]: 162).
Semoga bermanfaat…!
#Salam_Literasi_Mahasiswa
#STAI_Darul_Kamal_Menulis