MEMBANTAH PERSPEKTIF “TIDAK ADA BAKAT MENULIS”
6 mins read

MEMBANTAH PERSPEKTIF “TIDAK ADA BAKAT MENULIS”

Menulis, adalah hal yang membosankan. Mungkin itu dirasakan oleh hampir semua orang yang tidak suka menulis. Seringkali orang berfikiran buat apa kita menulis, padahal jika jadi tulisanpun itu tidak akan bagus, jika dilihat dari kemampuan menulis diri sendiri yang tidak ada. Pemikiran-pemikiran itu terkadang sering menghantui orang-orang yang menyebabkan dirinya tidak mau menulis. Padahal, dunia pendidikan sekarang ini (terlebih lagi bagi mahasiswa) sangat dituntut untuk bisa menulis dengan baik. Namun, jika dikembalikan lagi pada pokok permasalahan tadi, maka seharusnya bagaimana cara kita mengubah pola pikir orang-orang yang merasa dirinya tidak punya bakat menulis, agar sadar akan pentingnya bisa dan mau menulis.
​Sebenarnya semua orang bisa menulis, akan tetapi tingkat kemampuannya berbeda-beda tentunya. Bukan tentang ada atau tidak ada bakat yang ada dalam diri kita, akan tetapi lebih kepada bagaimana cara kita agar mau mengasah potensi terpendam yang kadang kita sendiri tidak tau kita punya potensi tersebut. Tulisan yang baik adalah tulisan yang mampu membuat pembacanya menjadi nyaman saat membaca. Itu dikaitkan dengan bagaimana cara kita supaya bisa tau caranya membuat pembaca merasa nyaman membaca tulisan yang kita buat. Akan tetapi masalahnya disini bukan tentang itu, tapi lebih kepada bagaimana cara kita agar supaya bisa menumbuhkan keinginan orang-orang (khususnya mahasiswa) untuk mau menulis terlebih dahulu.
​Menulis sebenarnya mudah-mudah saja, akan tetapi yang membuat minat tidak ada adalah ketika tulisan jadi, mau dikirim kemana? Atau siapa yang akan membaca? Hal itu yang kebanyakan membuat orang menjadi malas menulis. Akan tetapi sekarang tidak akan menjadi masalah lagi, karena kampus STAI sudah mengadakan sarana yang tepat untuk menghimpun tulisan-tulisan dari mahasiswanya. Dan itu sungguh sangat bagus sekali bagi peningkatan minat menulis mahasiswa, karena disana kita dibebaskan berekspresi sesuai keinginan, maka tulisan-tulisan yang adapun beraneka ragam. Sehingga bukan hanya minat menulis saja yang akan didongkrak, akan tetapi minat membacapun akan bertambah. Diibaratkan sebagai wadah, aliflam (web yang dibuat oleh pihak kampus) sangat membantu bagi semua mahasiswa yang ingin mencoba, atau bahkan yang sudah gemar menulis untuk menuangkan isi tulisannya. Tak bisa dipungkiri, adanya sarana tempat berekspresi akan membuat minat semakin meningkat, dan minimalnya akan ada rasa “ingin menulis” terlebih dahulu dari mahasiswa.
​Sarana sudah disiapkan bagi mahasiswa, namun tentunya tak semua mahasiswa mampu untuk memanfaatkan sarana tersebut. Walaupun ada sarana, kalau minat masih tidak ada maka tidak akan pernah mau untuk membuat tulisan, jika tidak ada kemauan maka tetap saja tidak ada tulisan. Disamping aliflam, terdapat pendorong tambahan dari kampus. Yakni mata kuliah jurnalistik yang wajib diikuti mahasaiswa. Sebenarnya yang terlintas dalam pikiran saat mendengar kata itu (jurnalistik) adalah “tuntutan untuk menulis”. Dan memang benar, setelah menjalani perkuliahan tersebut, kita sering dituntut untuk menulis, mungkin bagi mahasiswa yang gemar menulis hal itu menjadi menggembirakan, akan tetapi bagi mahasiswa yang tidak suka menulis sangat membebani sekali. Sumber masalahnya sama saja dengan pembahasan diawal tadi, merasa terbebani karena memang mereka merasa tidak ada bakat menulis sama sekali.
​Pada awalnya memang suatu keterpaksaan yang dirasakan oleh sebagian mahasiswa, namun tak sedikit juga yang lama-lama mulai menyukai jurnalistik tersebut. Karena disamping paksaan menulis dari jurnalistik, iapun mendapat wadah yang cocok untuk dijadikan tempat mengirim tulisannya. Jadi disini ibaratnya jurnalistik dan aliflam itu adalah suatu kesatuan yang harusnya tidak boleh dipisahkan. Jurnalistik yang mendorong mahasiswa membuat tulisan dan aliflam yang menjadi tempat menyimpan tulisan. Memang benar jika hanya aliflam saja yang diadakan mungkin hanya sebagian kecil saja mahasiswa yang mau menulis padanya, karena masih ada anggapan yang tadi “tidak ada bakat menulis” kemudian jika disandingkan dengan jurnalistik, maka minat tulis akan menjadi lebih besar lagi, walaupun pada awalnya adalah suatu keterpaksaan, namun yang dilihat disini adalah bagaimana caranya agar membuat mahasiswa mau menulis dulu, dan itu bisa dilakukan oleh jurnalistik.
​Hasil dari minat yang ada tentu akan mempengaruhi kualitas dari tulisan mahasiswa itu sendiri. Akan beda hasil tulisan orang yang memang mau menulis dengan mereka yang terpaksa sekali dalam menulis. Salah satu pendorong bagi mahasiswa dalam menghasilkan karya tulis yang bagus tak terlepas dari motivasi yang diberikan oleh mentor mereka masing-masing. Jika mentor hanya membebankan mahasiswanya untuk menulis saja, mungkin akan beda hasilnya dibandingkan dengan motivasi dahulu baru diberikan bimbingan. Salah seorang mentor yang sangat mempengaruhi mahasiswanya adalah Bapak Sunardi Fiqhul, M.Pd. beliau adalah salah satu dosen jurnalistik yang tergolong bisa mengerti perasaan mahasiswanya, tak dibebankan menulis harus bagus, namun selalu dimotivasi agar tetap mencoba menulis. “kalian boleh menjadi orang hebat, tapi kalau tidak ada tulisan maka kalian akan ditelan zaman” kalimat motivasi yang masih terngiang sampai sekarang, mungkin jika bukan karena beliau, tulisan yang sekarang dibaca ini tidak akan ada.
​Menulis bukan tentang seberapa banyak yang bisa dihasilkan, juga bukan tentang sebagus apa tulisan yang mampu dibuat. Menulis adalah bagaimana cara kita agar mau mengekspresikan isi hati dan pikiran kita kedalam lembaran-lembaran yang nantinya bisa bermanfaat bagi pembaca. Tak pernah terpikirkan kalau akan bisa mendapat award dari kampus, melihat dari tulisan-tulisan yang penulis buat tak satupun yang dirasa pantas mendapat award. Kembali lagi dari tujuan menulis, sebenarnya penulis hanya sekedar menuangkan isi hati pada saat itu, yang dimana sudah mendapatkan dorongan dan dukungan dari mentor jurnalistik (Bapak Sunardi Fiqhul, M.Pd.). Namun terlepas dari semua itu, ternyata juga membenarkan akan ungkapan yang mengatakan “apa yang disampaikan dengan hati, maka akan jatuh kehati pula”.
​Acara literasi kampus yang diadakan baru-baru ini sangat membius semua mahasiswanya untuk bisa lebih giat lagi untuk menghasilkan karya tulis yang berbobot. Bagaimana tidak, award yang diadakan oleh kampus tentu saja membuat siapapun ingin menjadi sang juara. Jika ingin menjadi sang juara maka harus ada tulisan, dan itu yang menjadi poin sebenarnya dari award literasi yang ada di kampus. Seolah-olah, literasi kampus tersebut mengajak mahasiswanya untuk mau meningkatkan minatnya pada bidang literasi (membaca dan menulis). Jika penulis boleh menyampaikan perasaan saat ini, sebenarnya tidak akan ada ruginya untuk kita menulis, malah sebaliknya. Dengan demikian, semoga rekan-rekan mahasiswa (STAI khususnya) mau menanamkan rasa ingin menulis dulu, agar supaya bisa memanfaatkan sarana yang ada, karena percuma ada sarana jika tidak ada yang mengisi.
​Terimakasih bagi semua mentor (dosen) yang sudah mau memotivasi kami dalam menulis dan mau mengerti kebutuhan kami dengan mengadakan web aliflam juga matakuliah jurnalistik. Bangga menjadi mahasiswa STAI, karna mampu menghidupkan budaya literasi dalam diri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *