Sosok Yang Tulus Mencintaiku
Maafkan aku ayah,,, berderai airmataku pada malam hari ini ketika menulis tentang sosok yang sangat tulus mencintaiku, sosok yang sangat tangguh menghadapi kerasnya kehidupan demi mebahagiakan anak-anaknya. Siang malam beliau bekeja keras tanpa mengenal rasa lelah demi mencari nafkah untuk keluarganya, tidak pernah di perdulikan kerasnya terik matahari ynag membuat kulitnya merasa terbakar sehingga hitam legam, tidak pernah dihiraukahan guyuran hujan yang membasahi tubuhnya hingga menggigil kedinginan demi membahagiakan anak-anaknya terutama diriku yang beliau sangat sayangi. Padahal kasih sayangnya selama ini selalu di curahkan kepadaku melalui sikap tulus, dan kelembuthan hatinya, yang tidak pernah membentak bahkan memarahiku dari kecil hingga sekarang ini.
Ketika tidak ada orang yang menghargai kerja kerasku beliaulah orang yang pertama yang menguatkanku sehingga aku percaya diri dengan hasil yang kulakukan dan melakukan perbaikan kedepannya. Sebagaimana suatu ketika perama kali aku belajar memasak, biasa kalau kita pertama kali dalam melakukan atau mengerjakan suatu hal pasti hasil yang pertama itu tidak sempurna atau bahkan gagal, itulah yang aku alami ketika belajar masak lauk, waktu itu ibu tidak dirumah jadi aku disuruh ibu untuk menyiapkan makanan untuk keluarga, kalau untuk masakan nasi akusudah bisa, karena aku sudah diajarkan oleh ibu sari kecil, tapi kalau untuk memaslak lauk aku belum mencobanya sama sekali. Karena ibu tidak di rumah jadi akulah yang memasak lauk, mengenai rasanya jujur ya sangat tidak enak sekali, karena untuk ukuran rempah-rempahnya itu aku tidak tau, aku pun yang memasak lauk itu tidak mau memakannya karena rasanya yang tidak enak, wajar ibu dan adik-adikku mencela masakanku. Tetapi berbeda dengan ayah saya walaupun hasil maskanku tidak enak tetapi karena tidak mau membuat aku kecewa beliau memakannya, bahkan sampai habis, aku sangat bahagia sekali beliau sama sekali tidak mencela masakanku, tetapi belaiu memberi masukan dengan sangat lembut, dan mengajarkanku untuk menambahkan ini, itu yang kurang, supaya masakan selanjutnya lebih enak,beliau berkata “masakan kamu anakku sangat enak sekali, lihhat ayah sampai menghabiskannya, tapi untuk masakan kedepannya kurangi ini, dan tambahkn ini ya. Kalaupun tidak enak wajar itu hal yang biasa karena itu pertama kali, tapi ini sangat enak sekali”. Karena celaan dari ibu dan adikku, ada perasaan kecewa dalam hatiku dan tetapi Mendengar pujian dari ayahku, bahagia sekali rasanya hati ini, walaupun aku tau bahwa masakanku tidak enak. Bahkan lebih parahnya setelah makan masakanku, ayahku sakit perut.
Aku sangat menyesal sekali semua kasih sayang itu tidak pernah aku sadari dari dulu kenapa harus sekarang aku sadar akan cinta dan kasih sayang yang diberikan ayahku kepadaku, kemana saja aku bawa pikiranku sehingga kasih sayang ayahku tidak aku sadari dari dulu. Maafkan aku ayah, inilah kata-kata yang dapat aku katakan karena kelalaikan dalam mengingat besarnya cintamu kepadaku. Selama ini aku lebih sibuk memikirkan orang yang belum tentu tulus menyintaiku sebagaimana tulusnya cinta yang engakau berikan kepadaku.
Betapa bodohnya diriku selama ini, perhatianku lebih aku curahkan kepada si dia yang baru saja aku kenal, aku lebih mementingkan tentang dia dari pada ayahku sendiri. Setiap hari aku tanyakan bagaimana kabarnya, apa yang sedang ia kerjakan sekarang, apakah dia sudah makan, minum, ketika dia mengabariku bahwa dia sedang sakit mungkin aku adalah orang yang pertama kali yang akan mengungkapkan rasa kekhawatiranku kepadanya dan menyuruh dia untuk berobat, segitu perhatiankah aku kepadanya. Apakah dia juga akan sama seperti diriku yang selalu meperhatikannya, apakah selama ini apa yang dia katakan mengenai perihal bahwa dia mencintaiku apa itu benar-benar tulus dari dalam hatinya, ataukah hanya sekedar bualan dia saja, atau aku yang terlalu baper dalam mengartikan itu semua.
Di dalam kamarku bukannya aku taruh foto ayahku, tetapi malah foto si dia yang terpajang dengan baik di setiap dinding kamarku, segitukah perhatiannya aku kepadanya bahkan di dalam ponselku fotonyalah yang menjadi walpaperku. Dia yang selama ini aku sayang yang aku perhatikan melebihi perhatianku kepada ayahku sendiri, sekarang dia tega meninggalkan aku dan lebih memilih wanita lain. wanita mana yang tidak kecewa yang tidak sakit hatinya, ketika dia baru pertama mencintai dan mempercayai laki-laki dalam hidupnya, tetapi sekarang dia menerima sebuah kenyataan yang terukir indah di sebuah lembar kecil dimana namanya tertulis dengan wanita lain.
Hatiku merasa sakit seolah-olah hancur berkeping-keping menerima sebuah kenyataan yang sebenarnya tidak aku inginkan sama sekali, dia yang aku cintai sekarang sudah menjadi milik orang lain. Kenapa selama ini dia tidak jujur kepadaku, kalau dia tidak mencintaiku kenapa dia memberikan aku sebuah harapan yang nyatanya harapan itu adalah sebuah dusta yang nyata darinya. Sekarang aku hanya bisa menagis dan mengurung diriku di dalam kamar, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan, aku benar-benar sangat sok menerima undangan pernikahan darinya, kenapa dia begitu tega memberikan aku undangan pernikahannya, apakah dia tidak punya hati, dia tidak memahami betapa sakitnya hatiku menerima kenyataan tersebut. Dia sudah merusak kepercayaanku, bahkan sekarang akan sulit rasanya untuk aku menerima laki-laki yang kan mendekatiku, aku takut akan terulang hal yang sama seperti yang dia lakukan kepadaku.
Waktu demi-waktu berlalu, sedikit demi sedikir perasaanku kepadanya mulai memudar, sekarang aku telah memutuskan untuk tidak pacaran lagi, biarkan itu menjadi pacaran yang pertama dan terahir dalam hidupku. Tugasku sekarang adalah memperbaiki diriku supaya lebih dekat dengan sang pencipta, sebagaimana yang telah dilakukan zulaika ketika mencintai nabi yusuf, ketika zulaika mengejar cintanya nabi yusuf, nabi yusuf malah menjauh darinya, sementara ketika dia mengejar cintanya Allah, Allah sendiri yang mendatangkan nabi yusuf kepadanya.
Sekarang aku baru merasa mengenai hikmah dibalik cobaan yang menimpa ku, melalui si dia, sekarang aku sangat bersyukur karena dengan cobaan itu aku bisa sadar mengenai kasih sayang dan ketulusan cinta yang diberikan oleh ayahku selama ini, sekarang aku lebih dekat kepada beliau. Aku akan berusaha untuk membahagiakan beliau, tidaka akan ku biarkan aimatanya jatuh karennaku, kecuali airmata kebanggan ketika aku meraih suatu hal yang memang membuanya merasa bangga dengan diriku.
